Analisa Kualitas Lingkungan

1

Materi kuliah Analisa Kualitas Lingkungan :
  1. Pengantar kualitas lingkungan
  2. Kinetik bahan pencemar di lingkungan
  3. Pengenalan instrument untuk analisa kualitas lingkungan
  4. Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Air
  5. Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Udara
  6. Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Makanan: Pengenalan dan penilaian parameter kualitas fisik, kimia, biologi makanan
  7. Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Makanan: Pengenalan dan penilaian parameter tempat-tempat umum (pelayanan kesehatan, terminal, pasar)
  8. Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Makanan: Analisis kualitas lingkungan tempat pembuangan akhir sampah
  9. Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Makanan: Survei vektor
  10. Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Makanan: Biomonitoring dan indikator perubahan lingkungan


Pertemuan 4
Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Air


Metode pengambilan contoh ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengambilan contoh air di lapangan untuk uji kualitas air. Tujuan metode ini untuk mendapatkan contoh yang andal. Metode pengambilan contoh ini meliputi persyaratan dan tata cara pengambilan contoh kualitas air untuk keperluan perneriksaan kualitas air yang mencakup pemeriksaan sifat fisik, kimia, mikrobiologi, biologi dan lain-lain.

Beberapa pengertian yang dimaksud dalam metode ini meliputi :
  • Sumber air adalah air permukaan, air tanah dan air meteorik
  • Air permukaan adalah air yang terdiri dari: air sungai, air danau, air waduk, air saluran, mata air, air rawa dan air gua / air karst
  • Air tanah babas adalah air dari akifer yang hanya sebagian terisi air dan terletak pada suatu dasar yang kedap air serta mempunyai permukaan bebas
  • Air tanah tertekan adalah air dari akifer yang sepenuhnya jenuh air dengan bagian alas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan yang kedap air
  • Akifer adalah suatu lapisan pembawa air
  • Epilimnion adalah lapisan alas danau/waduk yang suhunya relatif sama
  • Termoklin/metalimnion adalah lapisan danau yang mengalami penurunan suhu yang cukup besar (lebih dari 1°C/m) ke arah dasar danau
  • Hipolimnion adalah lapisan bawah danau yang mempunyai suhu relatif sama dan lebih dingin dari lapisan di atasnya, biasanya lapisan ini mengandung kadar oksigen yang rendah dan relatif stabil
  • Air meteorik adalah air meteorik dari labu ukur di stasion meteor, air meteorik yang ditampung langsung dari hujan dan air meteorik dari bak penampung air hujan
  • Contoh, dalam panduan ini adalah contoh uji air untuk keperluan pemeriksaan kualitas air.
Persyaratan pengambilan contoh
Peralatan : Persyaratan alat pengambil contoh

Alat pengambil contoh harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  • Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh (misalnya untuk keperluan pemeriksaan logam, alat pengambil contoh tidak terbuat dari logam)
  • Mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya
  • Contoh mudah dipindahkan ke dalam botol penampungan tanpa ada sisa bahan tersuspensi di dalammya
  • Kapasitas alat 1 - 5 L tergantung dari maksud pemeriksaan
  • Mudah dan aman dibawa.
Jenis alat pengambil contoh
Beberapa jenis alat pengambil contoh yang dapat digunakan meliputi :

Alat pengambil contoh sederhana berupa :
  • Botol biasa atau ember plastik yang digunakan pada permukaan air secara langsung
  • Botol biasa yang diberi pemberat yang digunakan pada kedalaman tertentu

Alat pengambil contoh setempat secara mendatar, dipergunakan untuk mengambil contoh di sungai atau di tempat yang airnya mengalir pada kedalaman tertentu, contoh alat ini adalah tipe Wohlenberg

Alat pengambil contoh setempat secara tegak, dipergunakan untuk mengambil contoh pada lokasi yang airnya tenang atau alirannya sangat lambat seperti di danau, waduk, dan muara sungai pada kedalaman tertentu, contoh alat ini adalah tipe Ruttner

Alat pengambil contoh pada kedalaman yang terpadu, digunakan untuk pemeriksaan zat padat tersuspensi atau untuk mendapatkan contoh yang mewakili semua lapisan air, contoh alat ini adalah tipe USDH Alat Pengambil Contoh Air Tipe Kedalaman Terpadu (Integrated Depth Sampler - USHD)

Alat pengambil contoh secara otomatis yang dilengkapi alat pengatur waktu dan volume yang diambil, digunakan untuk contoh gabungan waktu dari air limbah atau air sungai yang tercemar, agar diperoleh kualitas air rata-rata selama periode tertentu,

Alat pengambil untuk pemeriksaan gas terlarut yang dilengkapi tutup, sehingga alat dapat ditutup segera setelah terisi penuh ; contoh alat ini adalah tipe Cascila

Alat pengambil contoh untuk pemeriksaan bakteriologi adalah botol gelas yang di tutup kapas/aluminium foil, tahan terhadap panas dan tekanan selama proses sterilisasi


Alat pengambil contoh untuk pemeriksaan plankton berupa jaring yang berpori 173 mesh/inci, yang biasa digunakan adalah jaring plankton no.20/SI


Alat pengambil contoh untuk pemeriksaan hewan benthos disesuaikan dengan jenis habitat hewan benthos yang akan diambil, beberapa contoh alat untuk jenis habitat tertentu, antara lain:
  • Eckman grab, dibuat dari baja, yang beratnya + 3,2 kg, dengan ukuran 15 x 15 cm, dipergunakan untuk pengambilan contoh pada sumber air yang alirannya relatif kecil dan mempunyai dasar lumpur dan pasir
  • Jala Surber, terbuat dari benang nilon yang ditenun dan mempunyai ukuran mata jaring 0,595 mm dalam keadaan terbuka, panjang jala 69 cm dan ukuran permukaan depan 30,5 cm x 30,5 cm, alat ini biasa dipergunakan pada sumber air yang alirannya deras dan mempunyai dasar berbatu-batu,
  • Petersen grab, terbuat dari baja yang luasnya antara 0,06 - 0,09 m2 dengan berat antara 13,7 - 31,8 kg biasanya dipergunakan pada sumber air yang mempunyai dasar keras, misalnya lempung, batu dan pasir
  • Ponar grab, terbuat dari baja yang luasnya 23 x 23 cm dengan berat ± 20 kg banyak dipergunakan di danau yang dalam dan pada dasar sumber air yang bervariasi
Jaring apung terbuat dari benang nilon yang ditenun, mempunyai ukuran mata jarring 0,595 mm dan luas 929 cm2 dipergunakan untuk mengumpulkan hewan yang hidup dipermukaan sumber air dan lamanya waktu yang dipergunakan dalam satu kali pengambilan adalah tiga jam

Alat ekstraksi
Alat ini terbuat dari bahan gelas atau tenun yang tembus pandang dan mudah memisahkan fase pelarut dari contoh.


Alat penyaring
Alat ini dilengkapi dengan pompa isap atau pompa tekan agar dapat menahan kertas saring yang mempunyai ukuran pori 0,45/um.

Alat pendingin
Alat ini dapat menyimpan contoh pada 4°C, dapat membekukan contoh bila diperlukan dan mudah diangkut ke Iapangan.

Bahan
Bahan kimia untuk pengawet 
Bahan kimia yang digunakan untuk pengawet harus memenuhi persyaratan bahan kimia untuk analisis dan tidak mengganggu atau mengubah kadar zat yang akan diperiksa.

Wadah Contoh 
Wadah yang digunakan untuk menyimpan contoh harus memenuhi persyaratan sehagai berikut :
  • Terbuat dari bahan gelas atau plastik
  • Dapat ditutup dengan kuat dan rapat
  • Mudah dicuci
  • Tidak mudah pecah
  • Wadah contoh untuk pemeriksaan mikrobiologi harus dapat disterilkan
  • Tidak menyerap zat-zat kimia dari contoh
  • Tidak melarutkan zat-zat kimia ke dalam contoh
  • Tidak menimbulkan reaksi antara bahan wadah dengan contoh.
Sarana pengambilan contoh
Sarana yang dapat digunakan adalah:
  • Sedapat mungkin menggunakan jembatan atau lintasan gantung sebagai tempat pengambilan contoh
  • Bila sarana 1) tersebut diatas tidak ada, maka dapat menggunakan perahu
  • Untuk sumber air yang dangkal. dapat dilakukan dengan merawas.
Volume contoh
Volume contoh yang diambil untuk keperluan pemeriksaan di lapangan dan laboratorium bergantung dari jenis pemeriksaan yang diperlukan sebagai berikut :
  • Untuk pemeriksaan sifat fisik air diperlukan lebih kurang 2 L
  • Untuk pemeriksaan sifat kimia air diperlukan lebih kurang 5 L
  • Untuk pemeriksaan bakteriologi diperlukan lebih kurang 100 mL
  • Untuk pemeriksaan biologi air (klorofil) diperlukan 0,5 - 20 L (bergantung pada kadar klorofil di dalam contoh).
Pola kerja
Urutan pelaksanaan pengambilan contoh kualitas air adalah sebagai berikut :
  • Menentukan lokasi pengambilan contoh
  • Menentukan titik pengambilan contoh
  • Melakukan pengambilan contoh
  • Melakukan pemeriksaan kualitas air di lapangan
  • Melakukan pengolahan pendahuluan dan pengawetan contoh
  • Pengepakan contoh dan pengangkutan ke laboratorium.
Pengawetan contoh
Pengawetan contoh untuk parameter tertentu diperlukan apabila pemeriksaan tidak dapat langsung dilakukan setelah pengambilan contoh. Jenis bahan pengawet yang digunakan dan lama penyimpanan berbeda-beda tergantung pada jenis parameter yang akan diperiksa.

Waktu
Interval waktu pengambilan contoh diatur agar contoh diambil pada Hari dan jam yang berbeda sehingga dapat diketahui perbedaan kualitas air setiap hari maupun setiap jam. Caranya dilakukan dengan menggeser jam dan hari pengambilan pada waktu pengambilan contoh berikutnya, misalnya pengambilan pertama hari senin jam 06.00 pengambilan berikutnya hari selasa jam 07.00 dan seterusnya. Waktu pengambilan contoh dilakukan berdasarkan keperluan sebagai berikut :

- Untuk keperluan survei pendahuluan dalam rangka pengenalan daerah, waktu pengambilan contoh dapat dilaksanakan pada saat survey.
- Untuk studi dan penelitian, disesuaikan dengan keperluan dan tujuan studi/penelitian tersebut.
- Untuk keperluan perencanaan dan pemanfaatan diperlukan data pemantauan kualitas air, yang diambil pada waktu tertentu dan periode yang tetap, tergantung pada jenis sumber air dan tingkat pencemarannya sebagai berikut :
  • Sungai/saluran yang tercemar berat, setiap dua minggu sekali selama setahun
  • Sungai/saluran yang tercemar ringan sampai sedang, sebulan sekali selama setahun
  • Sungai/saluran alami yang belum tercemar, tiga bulan sekali selama setahun
  • Danau/waduk setiap dua bulan sekali selama setahun
  • Air tanah setiap tiga bulan sekali selama setahun
  • Air meteorik sesuai dengan keperluan.
Cara pelaksanaan pengambilan contoh
Lokasi pengambilan contoh ditentukan berdasarkan pada tujuan pemeriksaan. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada air permukaan dan air tanah. Lokasi pengambilan contoh di air permukaan dapat berasal dari daerah pengaliran sungai dan danau/waduk, dengan penjelasan sebagai berikut :

Air Permukaan
Pemantauan kualitas air pada suatu daerah pengaliran sungai (DPS), berdasarkan pada :
  • Sumber air alamiah, yaitu lokasi pada tempat yang belum terjadi atau masih sedikit pencemaran
  • Sumber air tercernar, yaitu lokasi pada tempat yang telah mengalami perubahan atau di hilir sumber pencemar
  • Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi pada tempat penyadapan pemanfaatan sumber air tersebut
Pemantauan kualitas air pada danau/waduk berdasarkan pada :
  • Tempat masuknya sungai ke danau/waduk
  • Di tengah danau/waduk
  • Lokasi penyadapan air untuk pemanfaatan
  • Tempat keluarnya air danau/waduk
Air tanah
Lokasi pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas (tidak tertekan) dan air tanah tertekan dengan penjelasan sebagai berikut :

Air tanah bebas (tidak tertekan) :
  • Di sebelah hulu dan hilir dari lokasi penimbunan/pembuangan sampan kota/industri
  • Di sebelah hilir daerah pertanian yang intensif menggunakan pestisida dan pupuk kimia
  • Di daerah pantai dimana terjadi penyusupan air asin
  • Tempat-tempat lain yang dianggap perlu.
Air tanah tertekan :
  • Di sumur produksi air tanah untuk pemenuhan kebutuhan perkotaan, pedesaan, pertanian dan industri
  • Di sumur produksi air tanah PAM maupun sarana umum
  • Di sumur-sumur pemantauan kualitas air tanah
  • Di lokasi kawasan industri
  • Di sumur observasi untuk pengawasan imbuhan
  • Pada sumur observasi air tanah di suatu cekungan air tanah artesis (misalnya : cekungan artesis Bandung)
  • Pada sumur observasi di wilayah pesisir dirnana terjadi penyusupan air asin
  • Pada sumur observasi penimbunan/pengolahan limbah industri bahan berbahaya
Air permukaan
Titik pengambilan contoh dapat dilakukan di sungai dan danau/waduk, dengan penjelasan sebagai berikut:
  • Di sungai, titik pengambilan contoh di sungai dengan ketentuan :
  • Sungai dengan debit kurang dari 5 m3/ detik, contoh diambil pada satu titik di tengah sungai pada 0,5 x kedalaman dari permukaan air
  • Sungai dengan debit antara 5 - 150 m3/ detik, contoh diambil pada dua titik masingmasing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada 0,5 x kedalaman dari permukaan air ;
  • Sungai dengan debit lebih dari 150 m3/ detik contoh diambil minimum pada enam titik masing-masing pada jarak 1/4, 1/2 dan 3/4 lebar sungai pada 0,2 x dan 0,8 x kedalaman dari permukaan air
  • Di danau/waduk, titik pengambilan Contoh di danau /waduk dengan ketentuan :
  • Danau/waduk yang kedalamannya kurang dari 1.0 m, contoh diambil pada dua titik di permukaan dan di dasar danau/waduk ;
  • Danau/waduk dengan kedalaman antara 10 - 30 m, contoh diambil pada tiga titik, yaitu : di permukaan, di lapisan termoklin dan di dasar danau/waduk ;
  • Danau/waduk dengan kedalaman antara 30 - 100 m, contoh diambil pada empat titik, yaitu : di permukaan, di lapisan termoklin (metalimnion), di atas lapisan hipolimnion dan di dasar danau/ waduk ;
  • Danau/waduk yang kedalamannya Lebih dari 100 m, titik pengambilan contoh dapat ditambah sesuai dengan keperluan.
Air Tanah
Titik pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas dan air tanah tertekan (artesis) dengan penjelasan sebagai berikut :

Air tanah bebas :
  • Pada sumur gali contoh diambil pada kedalaman 20 cm di bawah permukaan air dan sebaiknya diambil pada pagi hari ;
  • Pada sumur bor dengan pompa tangan /mesin, contoh diambil dari kran/mulut pompa tempat keluarnya air setelah air dibuang selama lebih kurang lima menit.
  • Air tanah tertekan (artesis) :
  • Pada sumur bor eksplorasi contoh diambil pada titik yang telah ditentukan sesuai keperluan eksplorasi
  • Pada sumur observasi contoh diambil pada dasar sumur setelah air dalam sumur bor/pipa dibuang sampai habis (dikuras) sebanyak tiga kali ;
  • Pada sumur produksi contoh diambil pada kran/mulut pompa keluarnya air.
Pengambilan contoh
Pengambilan contoh untuk pemeriksaan sifat titik dan kimia air

Tahapan pengambilan contoh untuk keperluan ini adalah :
  • Menyiapkan alat pengambil contoh yang sesuai dengan keadaan sumber air ;
  • Membilas alat dengan contoh yang akan diambil, sebanyak tiga kali ;
  • Mengambil contoh sesuai dengan keperluan dan campurkan dalam penampung sementara hingga merata ;
  • Apabila contoh diambil dari beberapa titik, maka volume contoh yang diambil dari setiap titik harus sama.
Pengambilan contoh untuk pemeriksaan oksigen terlarut
Pengambilan contoh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

Cara langsung, tahapan pengambilan contoh dengan cara langsung sebagai berikut :
  • Siapkan botol KOB yang bersih dan mempunyai volume + 300 mL serta dilengkapi dengan tutup asah
  • Celupkan botol dengan hati-hati ke dalam air dengan posisi mulut botol searah dengan aliran air, sehingga air masuk ke dalam botol dengan tenang, atau dapat pula dengan menggunakan sifon
  • Isi botol sampai penuh dan hindarkan terjadinya turbulensi dan gelembung udara selama pengisian, kemudian botol ditutup
  • contoh siap untuk dianalisis.
Dengan alat khusus, tahapan pengambilan contoh dengan cara alat khusus sebagai berikut :
  • Siapkan botol KOB yang bersih dan mempunyai volume + 300 mL serta dilengkapi dengan tutup asah
  • Masukkan botol ke dalam alat khusus
  • Ikuti prosedur pemakaian alat tersebut.
Pemeriksaan mikrobiologi
Pengambilan contoh untuk pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan pada air permukaan dan air tanah dengan penjelasan sebagai berikut :

Air permukaan secara langsung tahapan pengambilan contoh ini sebagai berikut :
  • Siapkan botol yang volumenya paling sedikit 100 mL dan tclah distcrilkan pada suhu 120°C selama 15 menit atau dengan cara sterilisasi lain
  • Ambil contoh dengan cara memegang botol steril bagian bawah dan celupkan botol stern + 20 cm di bawah permukaan air dengan posisi mulut botol berlawanan dengan arah aliran.
Air permukaan secara tidak langsung dari jembatan atau lintasan gantung tahapan pengambilan ini sebagai berikut :
  • Siapkan botol steril yang tutupnya terbungkus kertas aluminium
  • Ikat botol dengan tali dan pasang pemberat di bagian dasar botol
  • Buka pembungkus kertas di bagian mulut botol dan turunkan botol perlahan-lahan ke dalam permukaan air
  • Tarik tali sambil digulung
  • Buang sebagian isi botol hingga volumcnya ± 3/4 volume botol.
  • Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup kembali.
Air tanah pada sumur gali, tahapan pengambilan contoh sama dengan pengambilan contoh pada air permukaan dari jembatan atau lintasan gantung;
Air tanah pada kran air tahapan pengambilan contoh sebagai berikut :
  • Siapkan botol steril yang tutupnya terbungkus kertas aluminium
  • Buka kran selama 1 - 2 menit
  • Sterilkan kran dengan cara membakar mulut kran sampai keluar uap air
  • Alirkan lagi air selama 1 - 2 menit
  • Buka tutup botol steril dan isi sampai ± 3/4 volume botol
  • Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup lagi.
Pemeriksaan di lapangan
Pekerjaan yang dilakukan meliputi :
  • Pemeriksaan unsur-unsur yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung setelah pengambilan contoh; unsure-unsur tersebut antara lain ; pH, suhu, daya hantar listrik, alkalinitas, asiditas dan oksigen terlarut
  • Semua hasil pemeriksaan dicatat dalam buku catatan khusus pemeriksaan di lapangan, yang meliputi nama sumber air, tanggal pengambilan contoh, jam, keadaan cuaca, bahan pengawet yang ditambahkan dan nama petugas
Pengolahan pendahuluan contoh
Penyaringan
  • Penyaringan contoh dilakukan untuk pemeriksaan parameter terlarut sebagai berikut
  • Contoh yang akan disaring diukur volumenya sesuai dengan keperluan
  • Masukkan kedalam alat penyaring yang telah dilengkapi kertas saring yang mempunyai ukuran pori 0,45pm dan saring sampai selesai
  • Air saringan ditampung kc dalam wadah yang telah disiapkan sesuai dengan keperluan.
Ekstraksi contoh untuk pemeriksaan pestisida
Ekstraksi contoh untuk pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
  • Contoh dikocok secara merata dan ukur volumenya sebanyak 1 L dengan gelas ukur;
  • Tuangkan contoh ke dalam labu ekstrak;
  • Bilas gelas ukur dengan 60 mL campuran pelarut organik (n-hexana 85 °o dan Diethyl Ether 15 %), kemudian tuangkan pelarut organik tersebut ke dalam labu ekstrak dan kocok selama 2 menit
  • Biarkan sampai terjadi pemisahan fase paling sedikit + 10 menit;
  • Tampung fase air dari labu ekstrak ke dalam gelas ukur dan secara hati-hati tuangkanlah lapisan fase organik melalui kolom yang berdiameter luar 2 cm dan berisi Na2SO4 bebas air setinggi 10 cm ke dalam wadah khusus;
  • Tuangkan kembali lase air di dalam gelas ukur tadi ke dalam labu ekstrak;
  • Ulangi Iangkah (3) sampai (6) 2 kali lagi;
  • Bilas kolom dengan pelarut hexana + 20 mL;
  • Satukan hasil ekstrak dalam botol khusus.
Ekstraksi contoh untuk pemeriksaan minyak dan lemak
Ekstraksi contoh untuk pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
  • Diukur 1 L contoh dengan gelas ukur
  • Ditambahkan 5 mL asam khlorida (HCl 1:1), sampai pH < 2
  • Dimasukkan ke dalam labu ekstrak
  • Gelas ukur tadi dibilas secara hati-hati dengan 30 mL pelarut organik (jenis pelarut organik disesuaikan dengan metode pemeriksaaan yang digunakan), dan masukkan ke dalam labu ekstrak
  • Dikocok kuat-kuat selama 2 menit dan bila terjadi emulsi yang stabil (tidak terjadi pemisahan fase yang jelas), dikocok lagi selama 5-10 menit
  • Dibiarkan sampai terjadi pemisahan fase
  • Fase organiknya dikeluarkan melalui corong yang berisi kertas saring dan Na2SO4 kedalam wadah contoh khusus
  • Dimasukkan lagi 30 mL pelarut organik ke dalam labu ekstrak
  • Ulangi langkah (5) sampai (8) 2 kali lagi
  • Hasil ekstrak disatukan ke dalam wadah contoh khusus
  • Kertas saring dicuci dengan 10 - 20 mL pelarut organik dan disatukan dengan hasil ekstrak ke dalam wadah contoh khusus tadi.
Pengawetan contoh
Fungsi pengawetan adalah memperlambat proses perubahan kimia dan biologis yang tidak terelakan. Pengawetan sangat sukar karena hampir semua pengawet mengganggu untuk beberapa pengujian. Menyimpan sampel pada suhu rendah (4°C) mungkin merupakan cara terbaik. Untuk mengawetkan contoh sampai hari berikutnya penggunaan reagent pengawet dapat dilakukan selama tidak mengganggu proses analisa dan penambahan ke dalam botol dilakukan sebelum pengisian contoh sehingga contoh dapat diawetkan secepatnya. Tidak ada satu metode pengawetan yang memuaskan karena itu dipilih pengawetan yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Semua metode pengawetan kemungkinan kurang memadai untuk bahan-bahan tersuspensi. Penggunaan formaldehid tidak dianjurkan karena mempengaruhi sangat banyak pemeriksaan.

Metode pengawasan pada umumnya terbatas pada kontrol pH, penambahan zat kimia, pendinginan dan pembekuan. Parameterparameter tertentu lebih banyak dipengaruhi oleh penyimpanan contoh sebelum dianalisa daripada yang lainnya. Beberapa jenis kation dapat hilang karena diserap oleh dinding wadah gelas seperti alumunium (Al), Kadmium (Kd), Krom (Cr), Tembaga (Cu), Besi (Fe), Timbal (Pb), Mangan (Mn), Perak (Ag) dan Seng (Zn). Sebaiknya untuk parameter-parameter diatas, contoh diambil secara terpisah dan ditampung dalam botol bersih serta diasamkan dengan HCl pekat atau H2SO4 pekat sampai pH 2,0 untuk mengurangi absorbsi pada dinding wadah. Parameter pH, temperatur dan gas terlarut harus segera diperiksa di lapangan karena parameter tersebut mudah sekali berubah dalam waktu singkat.

Air sampel yang diperoleh dari lokasi pengambilan sampel sebelum dilakukan pengukuran atau selama penyimpanan memerlukan penanganan. Rekomendasi penanganan air contoh (water sample) terutama menyangkut preservasi atau pengawetan, jenis wadah dan lamanya penyimpanan adalah sebagai berikut:





Secara sederhana pengawetan contoh dilakukan 2 (dua) cara, yaitu :
Pengawetan cara fisika
Pengawetan secara fisika dilakukan dengan cara pendinginan contoh pada suhu 4°C atau pembekuan.

Pengawetan cara kimia
Pengawetan secara kimia dilakukan tergantung pada jenis parameter yang diawetkan. Beberapa cara pengawetan adalah sebagai berikut :
  • Pengasaman, yaitu penambahan asam nitrat pekat atau asam khlorida pekat atau asam sulfat pekat ke dalam contoh sampai pit <2 ;
  • Penambahan biosida ke dalam contoh, jenis biosida dan dosisnya tertentu
  • Penambahan larutan basa (biasanya larutan natrium hidroksida, NaOH) ke dalam contoh sampai pH 10 - 11.
Pengepakan dan pengangkutan contoh
Contoh yang telah dimasukkan ke dalam wadah, diberi label. Pada label tersebut dicantumkan keterangan mengenai lokasi pengambilan, tanggal dan jam pengambilan, cuaca, jenis pengawet yang ditambahkan, petugas yang mengambil contoh dan sketsa lokasi. Wadah-wadah contoh yang telah ditutup rapat dimasukkan ke dalam kotak yang telah dirancang secara khusus agar contoh tidak tertumpah selama pengangkutan ke laboratoriurn.

Penyajian data hasil pemeriksaan lapangan
Hasil pemeriksaan lapangan disajikan sebagai berikut :
  • Hasil perhitungan pemeriksaan di lapangan dicatat dalam buku catatan lapangan
  • Diteliti kembali cara perhitungan dan satuan yang dipakai ;
  • Data dari catatan lapangan dipindahkan ke formulir data
Sumber : 
http://lifepatch.org/Metode_Pengambilan_Sampel_Air, diakses 25 Oktober 2018, 15:09 WIB
http://www.malalea.com/2017/05/teknik-pengawetan-sampel-air.html, diakses 27 Oktober 2018, 16:41 WIB



Pertemuan 5
Metode dan Teknik Sampling Analisis Fisik, Kimia dan Biologi Udara

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap H2O dan karbon diokside (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu (Fardiaz, 1992).

Berikut adalah tabel komposisi udara di bumi (Stoker dan Seager, 1972):

Peningkatan teknologi disektor transportasi darat sangat pesat di Indonesia. Hal tersebut mempermudah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Namun, hal tersebut juga berdampak negatif, selain semakin meningkatnya penjualan kendaraan bermotor, emisi yang dihasilkan juga semakin meningkat. Emisi tersebut menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi yang menyebabkan Global Warming. Efek rumah kaca, pemanasan global (Global Warming), dan perubahan iklim merupakan tiga hal yang saling bertautan. Efek Rumah Kaca adalah proses absorbsi dan pembuangan radiasi inframerah oleh bermacam gas di atmosfer. Gas-gas tersebut antara
lain karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O). Pemanasan global disebabkan karena adanya kegiatan industri, kendaraan bermotor, produksi listrik, kebakaran hutan, dan kegiatan pertambangan yang semakin meningkat. Produksi listrik dan transportasi adalah 2 (dua) sumber utama emisi CO2 yakni sebesar 37% (dari produksi listrik dan energi) dan 22% (dari transportasi).

Peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca mendorong terjadinya pemanasan global. Karbondioksida dan metana adalah 2 (dua) zat utama penyebab efek rumah kaca. Efek rumah kaca yang dihasilkan oleh metana lebih kuat daripada karbondioksida. Gas CO2 bertahan di atmosfer selama 50-200 tahun, N2O selama 114 - 120 tahun, CH4 dan pengganti CFC selama 12 tahun. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang terangkum dalam Fourt Assessment Report (AR4) 2007 menyebutkan bahwa akselerasi emisi CO2 sejak tahun 2000 mengalami kenaikan lebih dari 3% per tahun atau lebih dari 2 ppm per tahun.

Sumber pencemar udara di Indonesia sebagian besar (sekitar 75%) berasal dari gas buang hasil pembakaran bahan bakar fosil, termasuk yang digunakan untuk sektor transportasi (Wardhana, 1995).Kendaraan bermotor mengeluarkan gas karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NO), sulfur dioksida (SO2) dan hidrokarbon (HC) sehingga menyumbang 1/3 dari total gas pencemar udara (Kuncoro Sejati, 2011).


Sampling dan Analisis
Sampling senyawa dan Pencemar Udara
Menurut (Soedomo, M., 2001) penerapan metoda dan teknik pengukuran akan ditentukan secara langsung oleh tujuan dan maksudnya. Dalam hubungannya dengan program pengendalian pencemaran udara, metoda sampling yang dilakukan dapat dibagi dalam dua jenis:

A. Sampling udara ambient
Sampling udara ambient dilakukan dengan tujuan-tujuan khusus sebagai berikut:
  • Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara yang ada disuatu daerah, dengan mengacukannya kepada ketentuan dan peraturan mengenai kualitas udara yang berlaku dan baku mutu udara yang berlaku.
  • Untuk menyediakan  pengumpulan data (data base) yang diperlukan dalam evaluasi pengaruh pencemaran dan pertimbangan perancangan, seperti : pengembangan kota dan tata guna lahan, transportasi, evaluasi penerapan strategi pengendalian pencemaran yang telah dilakukan, validasi pengembangan model dilusi dan disperse pencemaran udara yang ada, evaluasi dan peramalan tingkat tingkat pencemaran episodic, jangka panjang dan jangka pendek.
  • Untuk mengamati kecenderungan tingkat pencemaran yang ada di daerah pengendalian pencemaran udara tertentu, termasuk daerah perkotaan.
  • Untuk mengaktifkan dan menentukan prosedur pengendalian darurat guna mencegah timbulnya episode pencemaran udara.
Sampling udara ambient dilakukan dengan beberapa cara :
  • Sampling menerus (kontinu) pada interval waktu yang regular dan kecil.
  • Sampling setengah kontinu, regular misalnya mingguan, bulanan, tahunan, dst.
  • Sampling sesaat tidak kontinu, hanya dilakukan pada saat saat tertentu saja.
B. Sampling Sumber
Maksud dan tujuan sampling sumber :
  • Untuk mengetahui dipenuhi atau tidaknya peraturan emisi pencemar udara yang ada oleh suatu sumber stationer tertentu.
  • Untuk mengukur tingkat emisi berdasarkan laju produksi industri yang ada ( kesetimbangan  proses dan emisi), sebagai data yang diperlukan oleh industri sendiri dalam mengevaluasi jalannya proses industri.
  • Untuk mengevaluasi keefektifan metoda pengendalian dan peralatan pengendali pencemar yang dipasang.
  • Sampling hanya merupakan langkah pertama dalam pengukuran, karena sampel selanjutnya memerlukan analisis laboratorium dimana metode pengukuran analisis kualitatif dan kuantitatif dilakukan (Soedomo, M., 2001).
Metode Analisis
Analisa gas biasanya dilakukan dengan analisis gasometric (volumetri) atau dengan analisis chromatographic, kecuali untuk pengukuran hidrogen sulfida yang terlalu kecil untuk diukur melalui dua metode tersebut. Umumnya, analisis gasometric lebih akurat dan sesuai untuk penentuan oksigen, methana, hidrogen dan karbon dioksida. Nitrogen biasanya ditentukan dalam analisis secara tidak langsung. Analisis gasometric sangat memakan waktu. Meskipun demikian, peralatan yang dibutuhkan relatif sederhana, tidak membutuhkan kalibrasi sebelum digunakan, dan oleh karena itu sangat tepat untuk analisa yang jarang dilaksanakan (Sawyer, 1978).

1. Metode Analisis gas
a. Analisis Gasometric
Metode awal analisis gasometric digunakan pengukuran terpisah karbon dioksida dan oksigen, diikuti dengan pembakaran perlahan-lahan hidrogen dan methana. Analisa diselesaikan dengan mengukur jumlah karbon dioksida yang dihasilkan selama pembakaran methana dan kemudian dilakukan perhitungan dengan Hukum Gay Lussac penggabungan volume untuk menentukan jumlah methana dan hidrogen yang terdapat dalam campuran.

Penggunaan peralatan unit pembakaran lambat, seperti Orsat kadang digunakan dalam analisa gas. Namun, operasi dalam penentuan hidrogen dan metana agak berbahaya karena kemungkinan ledakan, dan oleh karena itu tidak dianjurkan. Perangkat lain, seperti Burrel, mengoksidasi terpisah hidrogen dan metana. Hidrogen teroksidasi dengan melewatkan gas melalui unit pemanas yang diisi dengan oksida tembaga, dan metana teroksidasi dalam unit pemisah dengan membawa campuran dan oksigen dalam kontak dengan katalis pada suhu relatif rendah. Bahaya ledakan benar-benar ditiadakan.

b. Analisis Chromatographic
Chromatographic gas, merupakan metode sederhana untuk analisa gas yang cepat dan digunakan untuk penggunaan rutin.

2. Metode Analisis Pencemaran Udara
Dalam pemilihan metode analisis pencemaran udara perlu dipertimbangkan mengenai presisi dan akurasi metode yang digunakan, karena konsentrasi pencemaran udara diambil dalam μg/m3 atau ppb (Soedomo,2001).

Beberapa metode analisis yang umum digunakan untuk pengukuran pencemaran antara lain:
a. Colorimetric Analyzers (Spektrofotometri)
Spektrofotometri menggunakan prinsip kolorimetri  yaitu gas yang dilarutkan di dalam larutan reagan sehingga terjadi perubahan warna larutan.


Keuntungan dari penggunaan alat ini adalah tidak memerlukan perawatan yang teliti dan reagan dapat diregenerasi. Beberapa contoh spektrofotometri misalnya :
  • Galvanic colometric analyzers
  • Amperometric colorimetric analyzers
  • (Brorno) colorimetric analyzers
b. Conductimetric Analyzers
Alat mengukur ini menggunakan prinsip berdasarkan sifat larutan dengan kekuatan ion-ion sehingga akan memiliki tahan listrik tertentu (konduktivitas). Conductimetric Analyzer (pengukuran konduktifitas) banyak digunakan untuk pengambilan contoh gas SO2 dengan menggunakan absorban H2SO4 encer atau air suling (Soedomo,2001).


c. Chemiluminescent Analyzers
Alat ini banyak digunakan untuk O3, NOx, dan Oksidan, dengan cara mengukur energy cahaya yang dihasilkan oleh reaksi gas pencemar yang akan diukur dengan gas reagan, energy cahaya ditangkap oleh tabung photomultiplier, diperkuat dan dipancarkan ke pembaca. Energy cahaya yang diukur tersebut sebanding dengan kuantitas pencemar rekatif.


Beberapa persyaratan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang dapat diandalkan (valid) pada metode ini adalah :
  • Laju aliran udara konstan
  • Gas Reagent cukup
  • Reactor memadai
  • Tabung multipler stabil dan sensitive
  • Perlu kalibrasi dinamis
  • Digunakan untuk O3, NOx, dan oksidan
d. Non Dispersive Infra Red Analyzers (NDIR)
Metoda ini digunakan untuk CO dan zat zat lain yang dapat menyerap cahaya sinar infra merah. Gas didalam alat penganalisis akan menyerap energy infra merah sebanding dengan konsentrasinya (Soedomo,2001).

e. Gas Chromatography fid
Metoda ini digunakan pada kolom dengan absorbent padat berlapis senyawa cair pada tekanan uap rendah. Data konsentrasi HC (Hidrokarbon) diperoleh setelah terjadi pemisahan, sedangkan untuk CO data konsentrasi diperoleh setelah mengubahnya terlebih dahulu menjadi CH4 (Soedomo,2001).


f. Ultra Violet Absorption
Metoda ini digunakan pengukuran O3 dengan menggunakan prinssip penyerapan energy ultra violet (Soedomo,2001).


g. Flame Photometric Detector
Metoda ini digunakan untuk pengukuran senyawa senyawa mengandung sulfur tanpa dapat membedakan spesiesnya. Alat ini menggunakan detector pembakar gas H2 dan tabung multipler. Kuantitas pencemar sebanding dengan energy sinar elemen terbakar di dalam bahan bakar yang kaya akan nyala H2 (Soedomo,2001).
h. Continous Analyzers untuk partikulat
Beberapa jenis penganalisis partikulat misalnya :
  • Piezoelectric Particle Analyzer dengan osilasi kristal kuarsa. Partikel yang mengendap pada kristal akan menyebabkan turunnya frekuensi resonansi sebanding dengan massa.
  • Nephelometry dengan metode optikal
  • Beta Radiator Detector
i. Gravimetric
PM10 (partikel <10) dapat diukur dengan menggunakan alat High Volume Air Sampler (HVAS) yaitu merupakan peralatan yang digunakan untuk pengumpulan kandungan partikel melalui filtrasi, sejumlah besar volum udara di atmosfer dengan memakai pompa vakum kapasitas tinggi, yang dilengkapi dengan filter dan alat control laju alir. Prinsip kerja dari high volume air sampler dengan metode gravimetri adalah menentukan konsentrasi debu yang ada di udara dengan menggunakan pompa isap. Udara yang terhidap disaring denga filter, sehingga debu yang ada di udara akan menempel pada filter tersebut. Berdasarkan jumlah udara yang terhisap dan berat debu yang menempel  pada filter, akan diketahui konsentrasi debu yang ada di udara (Aprianti, 2010)

j.  Saltman
Pada Metode Griess-Saltman-Spectrofotometri, untuk menganalisa NO2 di udara dapat dilakukan dengan mereaksikan NO2 dengan pereaksi Griess Saltman (absorbent) membentuk senyawa yang berwarna ungu. Intensitas warna yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Prinsip Dasar adalah Absorber untuk penangkapan NO2 adalah absorber dengan desain khusus dan porositas frittednya berukuran 60 μm. Untuk pengukuran NO, sample gas harus dilewatkan ke dalam oxidator terlebih dahulu ( seperti KMnO4, Cr2O3

k. Pararosaniline
Prinsip Dasar SO2 di udara diserap/diabsoprsi oleh larutan kalium tetra kloromercurate (absorbent) dengan laju flowrate 1 liter/menit. SO2 bereaksi dengan kalium tetra kloromercurate membentuk komplek diklorosulfitomercurate . Dengan penambahan pararosaniline dan formaldehide akan membentuk senyawa pararosaniline metil sulfonat yang berwarna ungu kemerahan. Intensitas warna diukur dengan spectrofotometer pada panjang gelombang 560 nm (James, 1989).

l. Chemiluminescence
Gas NO diudara direaksikan dengan gas ozon membentuk nitrogen dioksida tereksitasi. NO2 yang tereksitasi akan kembali pada posisi ground state dengan melepaskan energi berupa cahaya pada panjang gelombang 600 - 875 nm. Intensitas cahaya yang diemisikan diukur dengan photomulltifier , Intensitas yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi NO di udara. Sedangkan gas NO2 sebelum direaksikan dengan gas ozon terlebih dahulu direduksi dengan katalitik konventor

Prinsip kerja chemiluminescent analyzers dengan cara mengukur energi cahaya yang dihasilkan oleh reaksi gas pencemar yang akan diukur dengan gas reagen, energi cahaya ditangkap oleh tabung photomultiplier, diperkuat dan dipancarkan ke pembaca. Energi cahaya yang diukur sebanding dengan kuantitas pencemar reaktif. 

m. Flame Ionization
Metode ini menggunakan alat Flame Ionization Detector atau FID. Deteksi FID berdasarkan pengukuran jumlah atom karbon, dimana aliran gas yang keluar dari kolom akan melewati nyala yang  berupa pembakar kecil. Senyawa organik akan terurai menjadi pecahan sederhana  bermuatan positif. Pecahan ini meningkatkan daya hantar di sekitar nyala, tempat yang dipasang elektroda, dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam (Gandjar dan Rohman, 2012)

Istilah dan definisi
Probe
Sampling inlet/contoh uji masuk dari alat pengambilan contoh uji

Absorpsi
Penyerapan secara kimiawi oleh tumbuhan, bangunan dan penghalang lainnya terhadap contoh uji

Adsorpsi
Penyerapan secara fisika oleh tumbuhan, bangunan dan penghalang lainnya terhadap contoh uji

Stasiun
Tempat peralatan pengambil contoh uji dengan sistem otomatis

Lokasi pengambilan contoh uji
Daerah/area yang dipilih untuk menentukan titik pengambilan contoh uji

Titik pengambilan contoh uji
Tempat peralatan pengambil contoh uji diletakkan untuk melaksanakan pengambilan contoh uji

Isopleth
Garis yang menggambarkan konsentrasi yang sama dari penyebaran polutan pada posisi penerima

Model simulasi
Model matematis yang digunakan untuk memprediksi penyebaran polutan atau bahan pencemar dari suatu area yang akan dipantau

Lokasi pengambilan contoh uji
Titik pemantauan kualitas udara ambien ditetapkan dengan mempertimbangkan :
  • faktor meteorologi (arah dan kecepatan angin),
  • faktor geografi seperti topografi, dan
  • tata guna lahan.
# Kriteria berikut ini dapat dipakai dalam penentuan suatu lokasi pemantauan kualitas udara ambien:
  • Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang didahulukan untuk dipantau hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang tinggi. Satu atau lebih stasiun pemantau mungkin dibutuhkan di sekitar daerah yang emisinya besar.
  • Area dengan kepadatan penduduk tinggi. Daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terutama ketika terjadi pencemaran yang berat.
  • Di daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan studi maka stasiun pengambil contoh uji perlu ditempatkan di sekeliling daerah/kawasan.
  • Di daerah proyeksi. Untuk menentukan efek akibat perkembangan mendatang dilingkungannya, stasiun perlu juga ditempatkan di daerah-daerah yang diproyeksikan.
  • Mewakili seluruh wilayah studi. Informasi kualitas udara di seluruh wilayah studi harus diperoleh agar kualitas udara diseluruh wilayah dapat dipantau (dievaluasi).
Persyaratan pemilihan lokasi pengambilan contoh uji
Beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam pemilihan titik pengambilan contoh uji adalah:
  • Hindari tempat yang dapat merubah konsentrasi akibat adanya absorpsi, atau adsorpsi (seperti dekat dengan gedung-gedung atau pohon-pohonan).
  • Hindari tempat dimana pengganggu kimia terhadap bahan pencemar yang akan diukur dapat terjadi: emisi dari kendaraan bermotor yang dapat mengotori pada saat mengukur ozon, amoniak dari pabrik refrigerant yang dapat mengotori pada saat mengukur gas-gas asam
  • Hindari tempat dimana pengganggu fisika dapat menghasilkan suatu hasil yang mengganggu pada saat mengukur debu (partikulat matter) tidak boleh dekat dengan incinerator baik domestik maupun komersial, gangguan listrik terhadap peralatan pengambil contoh uji dari jaringan listrik tegangan tinggi
  • Letakkan peralatan di daerah dengan gedung/bangunan yang rendah dan saling berjauhan.
  • Apabila pemantauan bersifat kontinyu, maka pemilihan lokasi harus mempertimbangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.

Pada arah angin dominan, lokasi pemantauan kualitas udara ambien minimum dua lokasi dengan mengutamakan daerah pemukiman atau tempat-tempat spesifik. Sedangkan pada arah angin lainnya minimum satu titik dengan kriteria penetapan lokasi seperti pada gambar diatas. Data arah angin dapat merupakan data sekunder dari stasiun meteorologis terdekat atau data pengukuran langsung di lapangan. Sedangkan jarak lokasi pemantauan dari industri ditentukan berdasarkan hasil model simulasi, pengamatan lapangan, pengukuran sesaat dan membuat isopleths nya.

Persyaratan penempatan peralatan pengambil contoh uji
Peralatan pengambil contoh uji ditempatkan dengan persyaratan sebagai berikut:
a) Letakkan peralatan pengambil contoh uji pada daerah yang aman.
b) Penempatan pengambil contoh uji di atap bangunan dapat lebih baik untuk daerah dengan kepadatan penduduk/bangunan menengah sampai tinggi.
c) Letakkan di atap bangunan yang bersih dan tidak terpengaruh oleh emisi gas buang dari dapur, incinerator atau sumber lokal lainnya.

Posisi probe
Penempatan probe atau tempat masuk contoh uji udara dilakukan sebagai berikut:
  • Pada kondisi pemantauan kualitas udara ambien, probe harus ditempatkan pada jarak sekurang-kurangnya 15 m dari jalan raya.
  • Ketinggian probe stasiun tetap antara 3 sampai 6 m sedangkan pengambilan contoh uji secara manual, ketinggian probe 1,5 m dari permukaan tanah.
  • Untuk pengambilan contoh uji partikulat dilakukan minimal 2 m di atas permukaan tanah datar pada pinggir jalan raya.
  • Probe harus berjarak sekurang-kurangnya 15 m dari suatu sumber pengganggu untuk stasiun pemantau
  • Probe ditempatkan minimal 2 kali ketinggian gedung yang terdekat untuk stasiun pemantau.
Pemantauan kondisi meteorologis untuk stasiun tetap
Untuk mendukung pemantauan kualitas udara ambien, perlu dilakukan pemantauan kondisi meteorologis yang meliputi arah angin, kecepatan angin, kelembaban dan temperatur.

Penetapan lokasi pemantauan meteorologis sebagai berikut:
Ketentuan lokasi stasiun pemantau yang relatif dekat dengan bangunan atau pohon tertinggi:

  • Tinggi probe alat pemantau minimal 2,5 kali dari tinggi bangunan atau pohon tertinggi dan membentuk sudut 30 derajat terhadap terhadap bangunan atau pohon tertinggi.
  • Minimal 2 meter lebih tinggi dari bangunan atau pohon tertinggi di sekitarnya.
  • Tinggi lokasi stasiun pemantau kondisi meteorologis minimal 10 meter dari permukaan tanah.
Ketentuan lokasi stasiun pemantau yang relatif jauh dari bangunan atau pohon tertinggi (jarak stasiun ke bangunan atau pohon tertinggi minimal 10 kali tinggi bangunan atau pohon tertinggi)
  • Tinggi probe alat pemantau minimal 2,5 kali dari tinggi bangunan atau pohon tertinggi.
  • Tinggi lokasi untuk penempatan stasiun pemantau kondisi meteorologis minimal 10 meter dari permukaan tanah.
Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut:
  • Nama lokasi.
  • Tanggal pengukuran.
  • Nama petugas.
  • Catatan fasilitas pemantauan (fasilitas sampling, jarak titik pengambilan contoh uji dari bangunan, pohon).
  • Data kondisi meterologi.
  • Denah lokasi
Sarana Pendukung Stack / Cerobong Emisi
Sarana pendukung diantaranya tangga, lantai kerja, pagar pengaman, aliran listrik dengan persyaratan sebagai berikut:
  • Tinggi besi dan selubung pengaman berupa pelat besi.
  • Lantai kerja (landasan pengambilan sampel) dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. dapat mendukung beban minimal 500 kilogram;
  2. keleluasaan kerja bagi minimal tiga orang;
  3. lebar lantai kerja terhadap lubang pengambilan sampel adalah 1,2 meter dan melingkari cerobong;
  4. pagar pengaman setinggi satu meter;
  5. dilengkapi dengan katrol pengangkat alat pengambilan sampel;
  • Stop kontak aliran listrik yang sesuai dengan peralatan yang digunakan, yaitu Voltase 220 V, 30 A, Single phase, 50 Hz AC.
  • Penempatan sumber aliran listrik dekat dengan lubang pengambilan sampel.
  • Sarana dan prasarana pengangkutan serta perlengkapan keamanan pengambilan sampel bagi petugas disediakan oleh industri.
Tim pengambilan sampel minimal terdiri dari 4 orang dengan uraian sebagai berikut:
1 orang bertugas di ruang kontrol
2 orang mengambil sampel di cerobong
1 orang di bawah cerobong (bertugas menjaga keamanan)


Sumber: https://vinafadhillah.blogspot.com/2016/10/analisa-udara-dan-metode-sampling.html, diakses 27 Oktober 2018, 16:57 WIB


Pertemuan 6
Pengenalan dan Penilaian Parameter Kualitas Fisik, Kimia, Biologi Makanan


# Makanan
Makanan adalah semua substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air dan obat – obatan dan substansi – substansi yang diperlukan untuk pengobatan. Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan. Makanan sehat selain ditentukan oleh kondisi sanitasi juga di tentukan oleh macam makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral (Mukono, 2006 ). Agar makanan sehat maka makanan tersebut harus bebas dari kontaminasi. Makanan yang terkontaminasi akan menyebabkan penyakit yang dikenal dengan food borne dsease.

Dalam Permenkes No. 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga  telah ditetapkan makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia dan bakteri. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. 

Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik., temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu di perhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat – zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat – obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat – obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain – lain.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.

Menurut Kepmenkes No. 942 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Peran makanan dalam penyebaran penyakit, adalah :
a. Makanan sebagai penyebab penyakit (Agent)
Makanan sebagai penyebab penyakit bisa terjadi apabila dalam makanan tersebut sudah mengandung bahan yang menjadi penyebab langsung suatu penyakit, misalnya jamur beracun, ikan beracun dan adanya racun yang secara alamiah sudah mengandung racun.

b. Makanan sebagai pembawa penyakit (Vehicle)
Makanan dapat sebagai pembawa penyakit apabila makanan tersebut tercemar oleh bahan yang membahayakan kehidupan, misalnya mikroorganisme dan bahan kima beracun. Semula makanan tidak berbahaya namun setelah terkontaminasi oleh mikriorganisme atau bahan kimia beracun maka akhirnya makanan tersebut berbahaya bagi kesehatan.

c. Makanan sebagai media
Makanan yang terkontaminasi dengan keadaan suhu dan waktu yang cukup serta kondisi yang memungkinkan suburnya mikrooorganisme atau kuman penyakit, maka makanan akan menjadi media yang menguntungkan bagi kuman untuk berkembang biak dan apabila dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan (Mukono, 2002).

# Peralatan Makanan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 304 Tahun 1989, Peralatan adalah segala macam alat yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan. Perlindungan terhadap peralatan makan dimulai dari keadaan bahan. Bahan yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah di cuci dan aman digunakan. Peralatan utuh, aman dan kuat, peralatan yang sudah retak atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan ) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak dapat tercuci dengan sempurna.

Demikian pula bila berukir hiasan, hiasan merek atau cat pada permukaan tempat makanan tidak boleh di gunakan. 

Persyaratan peralatan makan menurut permenkes No. 304 tahun 1989 yaitu :
a. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehinga membahayakan kesehatan antara lain:
  • Timah (Pb)
  • Arsenikum (As)
  • Tembaga (Cu)
  • Seng (Zn)
  • Cadmium (Cd)
  • Antimon (Sb)

b. Peralatan tidak rusak, gompel, retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan

c. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut mati, rata halus dan mudah dibersihkan.

d. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

e. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E. coli per cm2 permukaan air.

f. Cara pencucian alat harus memenuhi ketentuan:
  • Pencucian peralatan harus menggunakan sabun/detergen air dingin, air panas, sampai bersih.
  • Dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm atau iodophor 12,5 ppm air panas 80 °C selama 2 menit.
g. Pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan: Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan/mesin dan tidak boleh dilap dengan kain.

h. Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan :
  • Semua peraalatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih.
  • Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus dibalik.
  • Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak.
  • Laci-laci penyimpanan peralatan peralatan terpelihara kebersihannya. Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dan sumber pengotoran/kontaminasi dari binatang perusak (Depkes RI, 1989).
# Pengertian Titik Sampling dan Sampel Makanan
Sampel merupakan sebagian kecil dari populasi atau obyek yang memiliki karakteristik sama. Hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah seluruh variabel yang berkaitan dengan penelitian. Sampel makanan dapat diartikan bahwa makanan yang dijadikan sebagai bahan/wakil dari keseluruhan makanan yang akan diteliti. 

Titik sampling adalah lokasi dan tempat yang dijadikan sebagai pengambilan sampel suatu penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Titik sampling pada sampel makanan ini misalnya tempat penyimpanan makanan atau minuman yang akan didistribusikan ke pasien di suatu Rumah Sakit dan tempat penyimpanan makanan di gudang, serta tempat pelayanan makanan untuk pegawai dan kantin.

Teknik sampling adalah sebuah metode atau cara yang dilakukan untuk menentukan jumlah dan anggota sampel. Setiap anggota tentu saja wakil dari populasi yang dipilih setelah dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakter.

Tujuan teknik sampling yaitu untuk merepresentasikan atau mewakili suatu populasi, sehingga memperkecil bias (perbedaan) yang diperoleh dalam sampel yang diambil dari suatu populasi. Penggunaan teknik sampling harus betul-betul diperhatikan. Jika salah dalam menggunakan teknik sampling, maka hasil yang diperolah juga akan salah. Teknik sampling juga harus sesuai dengan tujuan penelitian.

# Jenis-jenis Sampel Makanan
Bahan Makanan
Bahan makanan adalah bahan yang dapat dijadikan makanan. Namun, tidak semua bahan makanan yang ada di alam ini baik untuk dimakan, banyak kendala yang harus diperhatikan. Seperti halnya yang dilakukan manusia, hampir semua bahan makanan yang ada di alam ini pernah dan dapat dimakan. Walaupun demikian, tidak semua bahan makanan masuk ke dapur dapat diracik menjadi santapan yang lezat di meja.

Terdapat 2 jenis bahan makanan yakni:
1. Bahan Makanan Hewani
Bahan makanan hewani merupakan bahan makanan yang berasal dari golongan hewani dan hasil olahannya. Bahan makanan ini merupakan sumber zat gizi protein dengan asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain mengandung protein, golongan bahan makanan ini juga mengandung lemak yang cukup tinggi, bergantung pada jenis bahan makanannya, misalnya daging ayam dengan kulit akan mengandung lemak yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan golongan ikan. Contoh dari bahan makanan hewani adalah daging, telur, daging ayam, ikan, dan semua olahan berbahan dasar hewani seperti susu, keju, bakso, sosis, nugget, dan lain sebagainya

2. Bahan Makanan Nabati
Bahan makanan nabati adalah bahan makanan yang berasal dari tanaman atau produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal tanaman. Bahan makanan yang berasal dari nabati tidak mempunyai kandungan asam amino. Bahan pangan nabati berupa daun, bunga, akar, batang, umbi, buah, biji, dan lain sebagainya. Makanan yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan terbukti melalui banyak riset yang dilakukan oleh para ahli gizi dan kesehatan bahwa mengandung cukup nutrisi yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi esensial dan non esensial.

Bahan Minuman
Minuman adalah setiap cairan yang dapat minimum, terkecuali obat-obatan. Sedangkan bahan minuman adalah bahan yang dapat dijadikan untuk membuat minuman. Hal yang harus diperhatikan dalam bahan minuman yaitu memilih bahan minuman. Untuk bahan yang cepat rusak, beli secukupnya sesuai dengan Jika menggunakan bahan dasar minuman yang berasal dari buah-buahan, maka pilihlah buah yang masih segar dan berkualitas baik. 

Bahan minuman dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Bahan Minuman Non-Alkohol
2. Bahan Minuman mengandung Alkohol

# Bahan Minuman Non-Alkohol
Bahan Minuman Non-Alkohol yaitu semua jenis minuman yang tidak mengandung alkohol. Minuman non alkohol dapat dibedakan menjadi:

a) Air Mineral (Mineral Water)
Air mineral adalah air yang murni dengan kandungan mineral yang tinggi. Air mineral dibedakan menjadi 3 yaitu:
1) Air Mineral yang Miskin Bahan Mineral
    Air jenis ini mengandung 50 ml/gr bahan mineral dalam satu liter.
2) Air Mineral Cukup Bahan Mineral
    Air jenis ini mengandung 500 ml/gr lebih bahan mineral dalam satu liter.
3) Air Mineral yang Kaya Bahan Mineral
    Kandungan dalam air jenis ini melebihi 1500 ml/gr bahan mineral dalam satu liter.

b) Minuman Menyegarkan (Refreshing Drinks)
Minuman Menyegarkan adalah minuman yang dicampur dengan soda/air tawar. Yang termasuk dalam kategori minuman menyegarkan yakni:
1) Squashes
    Squashes adalah minuman yang berbentuk cairan atau bubuk yang diperoleh dari buah-buahan.
2) Sirup
   Sirup adalah larutan gula (sukrosa) pekat yang digunakan sebagai bahan minuman atau makanan dengan atau tanpa penambahan asam (antara lain asam sitrat, asam tartarat, asam laktat), aroma, dan zat warna. Fungsi syrup dalam minuman adalah sebagai pemberi tambahan pemanis, warna, dan pengaroma.
Contoh: Simple syrup berasal dari gula pasir. Grenadine syrup berasal dari buah delima, Prambos syrup dari buah raspberry.
3) Minuman Santai (Tall Drinks)
  Tall drink banyak dikembangkan menjadi minuman-minuman spesial yang menjadi unggulan di restoran. Jenis minuman ini seperti milk shake, strawberry float, cola float, es soda gembira, vanilla blue, dan macam-macam ice cream.

c) Minuman Perangsang (Stimulant)
    Minuman Stimulan adalah semua jenis minuman yang mengandung zat stimulan. Zat stimulan adalah zat yang dapat mengaktifkan sistem kerja saraf pusat sehingga dapat meningkatkan tenaga dalam tubuh. 
Yang termasuk dalam minuman ini yakni:
1) Kopi
   Kopi dapat dihidangkan dalam kondisi panas atau dingin coffee panas disajikan dengan coffee cup disertai gula pasir, susu atau. Jenis olahan coffee antara lain adalah Black coffee (kopi panas tanpa susu atau cream) Expresso coffee (kopi panas dibuat dengan alat, mesin expresso).
2) Teh
   Teh dapat dihidangkan dingin atau panas. Hot tea atau teh panas dihidangkan dengan menggunakan tea cup disertai dengan gula pasir, jeruk nipis, atau susu. Sedangkan ice tea dihidangkan dengan ice tea glass disertai dengan simple syrup dan jeruk nipis.
3) Susu
  Susu digolongkan menjadi 2 yaitu susu segar dan susu buatan. Susu segar disajikan dengan menggunakan highball glass tanpa disertai apapun, sedangkan susu buatan (kaleng atau bubuk) disajikan dengan menggunakan milk cup disertai dengan gula pasir.
4) Coklat
   Coklat dapat disajikan dingin atau panas, coklat yang disajikan dingin menggunakan highball glass disertai dengan simple syrup dan susu dingin sedangkan coklat panas disajikan dengan menggunakan cup disertai dengan gula pasir dan susu panas.

d) Minuman Bergizi (Nourishing)
    Minuman bergizi adalah semua jenis minuman yang mengandung zat-zat makanan atau bergizi. 
Yang termasuk dalam kategori ini adalah aneka juice. Jus adalah minuman sari buah yang diperoleh dari cairan sari buah atau sayuran. Contohnya yaitu sari buah jeruk, lime, grape fruit, tomat, apel nanas, pepaya, dan lain-lainnya. Untuk menjaga agar sari buah tersebut tetap segar maka sebaiknya disimpan dalam ruangan yang bersuhu dingin (10°C). Sari buah ini sebaiknya diminum segar dan dingin, dan dalam banyak hal digunakan sebagai bahan pencampur untuk membuat minuman campuran misalnya squash.

# Bahan Minuman mengandung Alkohol
Bahan minuman alkohol adalah bahan minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu. 

Minuman beralkohol antara lain yakni:
a) Anggur (Wine)
Anggur (atau juga populer disebut wine) adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh di area 30 hingga 50 derajat lintang utara dan selatan. Minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah lain yang kadar alkoholnya berkisar di antara 8% hingga 15% biasanya disebut sebagai wine buah (fruit wine).

b) Bir
Bir adalah segala minuman berakohol yang diproduksi melalui fermentasi bahan berpati tanpa melalui proses penyulingan setelah fermentasi. Bir merupakan minuman beralkohol yang paling banyak dikonsumsi di dunia dan kemungkinan yang tertua.Selain itu, bir juga adalah minuman terpopuler ketiga di dunia, setelah air dan teh. Proses pembuatan bir disebut brewing. Karena bahan yang digunakan untuk membuat bir berbeda antara satu tempat dan lainnya, maka karakteristik bir (seperti rasa dan warna) juga sangat berbeda baik jenis maupun klasifikasinya. Kadar alkohol bir biasanya berkisar antara 4 dan 6% abv (alcohol by volume; alkohol berdasarkan volume), meski ada pula yang serendah kurang dari 1% abv maupun yang mencapai 20% abv.

c) Bourbon
Bourbon adalah minuman beralkohol sejenis wiski yang dibuat di Bourbon Country, Amerika Serikat. Terbuat dari fermentasi jagung dan sebagian kecil gandum serta malt. Setelah difermentasi, proses selanjutnya adalah penyulingan atau destilasi, kemudian masih melewati proses penyimpanan selama 2-4 tahun sehingga kadar alkoholnya tinggi hingga mencapai 70%.

d) Brendi
Brendi (brandy, berasal dari bahasa Belanda, brandewijn) adalah istilah umum untuk minuman anggur hasil distilasi, dan biasanya memiliki kadar etil alkohol sekitar 40-60%. Bahan baku brendi bukan hanya anggur, melainkan juga pomace (ampas buah anggur sisa pembuatan minuman anggur) atau fermentasi sari buah. Bila bahan baku tidak ditulis pada label, brendi tersebut dibuat dari buah anggur asli. Dalam kebudayaan Barat, brendi adalah minuman yang disajikan sesudah makan. Brendi yang dibuat dari minuman anggur biasanya diberi pewarna karamel untuk meniru warna brendi yang lama disimpan di dalam tong kayu. Brendi dari pomace atau sari buah biasanya langsung diminum tanpa melalui proses pematangan di dalam tong kayu, dan tidak diberi pewarna.

# Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Makanan dan Sampel Usap Alat Makan

Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Makanan
Alat dan Bahan
- Plastik klip steril
- Alkohol 70%
- Spirtus
- Korek api
- Spatula/pinset
- Kertas label sampel
- Spidol permanen
- Termos es dan es batu

Cara Pengambilan Sampel
1. Sampel makanan diambil 2 sampel minimal 100 gr
    - Untuk bahan makanan mentah (sayur, ikan)
    - Untuk bahan makanan siap saji
2. Siapkan plastik klip yang masih dalam keadaan tertutup/baru
3. Sampel makanan diambil dengan cara menggunakan spatula/pinset yang telah disterilkan dengan cara dipanaskan dengan lampu spirtus, kemudian sampel diambil dan dimasukkan ke plastik klip. Segera tutup kembali dan diberikan label hari, tanggal, jam pengambilan sampel, nama pengambil sampel, serta lokasi pengambilan sampel.
4. Masukkan sampel yang sudah terbungkus rapat ke dalam termos dan kirim segera ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Usap Alat Makan
Alat dan Bahan
- Media transport cairan buffer phosphate dalam botol. Berisi cairan -1/4 botol dalam keadaan steril.
- Lidi kapas steril (lidi waten) yaitu lidi pada ujungnya dililit kapas
- Alkohol 75% dan sarung tangan steril
- Spidol huruf kecil
- Lampu bunsen atau lampu spritus
- Formulir pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium
- Gunting kecil
- Kertas cellotape
- Termos es
- Tas pembawa pengambilan contoh
- Jendela usap steril ukuran 10 x 5 = 50 cm2
- Sabun desinfektansi
- Buku atau blangko pengambilan sampel

Cara Mengusap
1. Sarung tangan yang steril disiapkan untuk mulai mengambil sampel.
2. Ambil alat makan yang akan diperiksa masing-masing diambil 5 buah tiap jenis yang diambil secara acak dengan menggunakan sarung tangan steril dari tempat pengeringan/penirisan.
3. Siapkan cacatan formulir pemeriksaan alat makan dalam kelompok-kelompok.
4. Siapkan lidi steril, kemudian menutup botol yang berisi cairan garam buffer phosphate.
5. Lidi kapas di dalam botol ditekan-tekan ke dinding botol untuk membuang airnya. Setelah itu diangkat dan melakukan usapan.
6. Cara melakukan usapan : 
   - Gelas : dengan usapan mengelilingi bidang permukaan luar dan dalam bagian bibir setinggi 6 mm.
   - Piring: Usapan dilakukan pada bagian permukaan dalam dengan cara melakukan 2 usapan yang satu sama lainnya saling menyilang
7. Setiap bidang permukaan yang diusap dilakukan 3 (tiga) kali berturut-turut, dan satu lidi kapas atau 1 (satu) swab digunakan untuk satu kelompok alat makan yang diperiksa.
8. Setiap selesai melakukan usapan pada 1 (satu) alat dari satu kelompok jenis alat makan, lidi kapas steril harus dimasukkan ke dalam botol berisi cairan garam buffer phosphat, diputar-putar dan ditekankan ke dinding untuk membuang cairannya, lalu diangkat dan digunakan untuk mengusap alat berikutnya. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai seluruh alat makan dalam satu kelompok diambil usapnya. Dengan demikian maka untuk satu jenis alat hanya menggunakan satu lidi kapas.
9. Setelah semua kelompok alat makan sudah diusap, lidi kapas dimasukkan ke dalam botol, lidinya dipatah atau digunting. Sebelum ditutup, bibir botol dan penutupnya disterilkan dengan memanaskan pada api spritus.
10. Tempelkan kertas cellotape dan tulis etiket dengan spidol yang menyatakan alat makan, tempat pengambilan contoh, dan diberi kode sesuai dengan lembar formulir.
11. Masukkan botol sampel ke dalam termos dan kirim segera ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut.

# Tujuan Pengukuran Sampel Makanan
Pengambilan sampel bertujuan agar sampel yang diambil dari populasinya "representatif" (mewakili), sehingga dapat diperoleh informasi yang cukup untuk mengestimasi populasinya. Tujuan pengukuran sampel pada makanan dan minuman adalah untuk memastikan makanan dan aman dari bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk makanan dan minuman seperti formalin, Rhodamin B, Metanin Yellow dan boraks.

Tujuan dari pengambilan sampel makanan yaitu untuk mengetahui populasi kuman atau jumlah bakteri dalam suatu bahan misal air, makanan dan minuman, dan untuk menghitung jumlah kuman yang ada dalam suatu bahan. Pengambilan sample makanan untuk diperiksa di laboratorium bertujuan untuk memperoleh hasil banding dari pemeriksaan sampel makanan dan untuk mengetahui sejauh mana makanan tersebut dapat dipastikan aman untuk dikonsumsi.

# Parameter Analisis Kualitas Fisik, Kimia dan Biologi Makanan
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Fisik Penyimpanan Bahan Pangan (Kemenkes, 2017)


Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Fisik Suhu Penyimpanan Pangan Siap Saji (Kemenkes, 2017)


Pertemuan 7

Pengenalan dan Penilaian Parameter Tempat-tempat Umum (Pelayanan Kesehatan, Terminal, Pasar)

Pengertian Lingkungan TTU
Menurut Kepmenkes Nomor 288 tahun 2003, Sarana dan bangunan umum merupakan tempat dan atau alat yang dipergunakan oleh masyarakat umum untuk melakukan kegiatannya. Sedangkan menurut Departemen kesehatan RI tempat-tempat umum adalah tempat kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah, swasta, perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat, mempunyai tempat dan kegiatan tetap serta memiliki fasilitas.

Tempat umum memiliki potensi sebagi tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan atau pemeriksaan terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat–tempat umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Tempat atau sarana umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial.

Beberapa jenis tempat umum, antara lain:
a) Hotel
b) Kolam renang
c) Pasar
d) Salon
e) Panti Pijat
f) Tempat wisata
g) Terminal
h) Tempat ibadah, dsb

Pengertian Pasar
Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya (Perpres RI 112, 2007).
Pasar dalam artian sederhana adalah sebagai tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang dan jasa. 

Pasar dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Menurut Fisiknya
a. Pasar konkret (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual melakukan transaksi secara langsung.
Barang yang diperjualbelikan juga tersedia pasar. Contoh pasar sayuran, buah-buahan, dan pasar tradisional.
b. Pasar abstrak (pasar tidak nyata) adalah terjadinyatransaksi penjual dan pembeli hanya melalui telepon, internet, dan lain lain berdasarkan contoh barang. Contohnya telemarket dan pasar modal.

2. Menurut Waktunya
a. Pasar harian adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setiap hari dan sebagian barang yang diperjualbelikan adalah barang kebutuhan sehari-hari.
b. Pasar mingguan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung seminggu sekali. Biasanya terdapat pada daerah yang belum padat penduduk dan lokasi pemukimannya masih berjauhan.
c. Pasar bulanan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung sebulan sekali. Biasanya barang yang diperjualbelikannya barang yang akan dijual kembali (agen/grosir).
d. Pasar tahunan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setahun sekali, misalnya Pasar Raya Jakarta (PRJ).
e. Pasar temporer adalah pasar yang diselenggarakan pada waktu tertentu serta pasar temporer dapat terjadi secara tidak rutin.
Pada umumnya, pasar temporer dibuka guna merayakan peristiwa tertentu. Contoh dari pasar temporer adalah Bazar (Munir, 2017).

3. Berdasarkan Manajemen Pengelolaannya
Menurut Munir (2017), pasar diklasifikasikan menjadi 2 antara lain:
a. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat. Tempat usahanya dapat berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang menyediakan barang-barang konsumsi sehari-hari masyarakat.
Pasar tradisional biasanya dikelola oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi. Proses penjualan dan pembelian dilakukan dengan tawar-menawar.
b. Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, dan koperasi yang dikelola secara modern. Pada umumnya pasar modern menjual barang kebutuhan sehari-hari dan barang lain yang sifatnya tahan lama. Modal usaha yang dikelola oleh pedagang jumlahnya besar. Kenyamanan berbelanja bagi pembeli sangat diutamakan. Biasanya penjual memasang label harga pada setiap barang.
Contoh pasar modern yaitu plaza, supermarket, hipermart, dan shopping centre.

Pengertian Pelayanan Kesehatan
Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo dalam Nugraheni (2018) pelayanan kesehatan adalah subsistem pelayanan kesehatan yang tujuannya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan pelayanan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.

Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.

Menurut Nugraheni (2018) pelayanan kesehatan adalah subsistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitatif (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan. Maksud dari subsistem ini adalah subsistem pelayanan kesehatan yang meliputi:
a. Input adalah sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem, contohnya dokter, perawat, dan obat-obatan.
b. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan, contohnya kegiatan pelayanan kesehatan.
c. Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses, contohnya pasien sembuh dan tidak sembuh.
d. Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran beberapa waktu lamanya, contohnya meningkatnya status kesehatan masyarakat.
e. Umpan balik adalah hasil dari proses sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut, contohnya keluhan pasien terhadap pelayanan kesehatan.
f. Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut, contohnya masyarakat dan instansi-instansi di luar pelayanan kesehatan tersebut.

Pengertian Terminal
Terminal adalah salah satu komponen dari sistem transportasi yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat pemberhentian sementara kendaraan umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang hingga sampai ke tujuan akhir suatu perjalanan, juga sebagai tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian sistem arus angkutan penumpang dan barang, disamping juga berfungsi untuk melancarkan arus angkutan penumpang atau barang (Departemen Perhubungan, 1996).

Di Indonesia terminal penumpang dapat dikelompokan atas dasar tingkat penggunaan terminal ke dalam tiga tipe menurut Departemen Perhubungan Aceh (2018) sebagai berikut:
a. Terminal penumpang Tipe A
Berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota antar propinsi (AKAP), dan angkutan lintas batas antar negara, angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan pedesaan (ADES).
b. Terminal penumpang Tipe B
Berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan antar kota dalam propinasi (AKDP), angkutan kota (AK) serta angkutan pedesaan (ADES).
c. Terminal penumpang Tipe C
Berfungsi melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan pedesaan (ADES).

Aspek Hukum Sanitasi TTU
Berikut beberapa hukum yang mendasari nilai ambang batas (NAB), yaitu:
a. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
b. UU No. 11 tahun 1992 tentang Hygiene untuk usaha bagi umum
c. UU No. 2 tahun 1966 tentang Hygiene
d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
e. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 288 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 55 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya.
f. Perda yang mengatur tentang kegiatan usaha bagi umum.

Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan TTU
Adapun tujuan pengukuran kualitas lingkungan TTU secara umum, antara lain:
- Terselenggaranya upaya untuk meningkatkan pengendalian faktor risiko penyakit dan kecelakaan pada sarana dan bangunan umum.
- Untuk mewujudkan lingkungan TTU yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.
- Mengetahui kualitas lingkungan meliputi: air, udara, dan tanah dengan pengambilan sampel dan pengujian di laboratorium.
- Memantau kualitas tempat-temapt umum secara berkala.

Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan Pasar
- Sebagai salah satu uapaya sanitasi bertujuan agar tidak dapat menimbulkan penyakit dan gangguan lainnya kepada masyarakat sekitar.
- Menganalisis konsentrasi polutan pada kawasan pasar.
- Menganalisis kualitas udara pada kawasan pasar.
- Mengetahui jenis parameter limbah domestik yang mencemari kawasan pasar.
- Membantu untuk meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap pengaruh pencemaran udara saat berada di mall/ pasar sehingga dapat mencegah dan menghindari terjadinya penyebaran yang lebih luas.

Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan Pelayanan Kesehatan
- Untuk melakukan pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologik di rumah sakit yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung maupun bagi masyarakat di sekitar rumah sakit.
- Pemantauan kualitas air di lingkungan pelayanan kesehatan agar persediaan air bersih tetap aman, sehingga tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan.
- Agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan terhadap pasien, tenaga yang bekerja di rumah sakit maupun pengunjung rumah sakit.
- Untuk mewujudkan rumah sakit yang aman, nyaman dan sehat, perlu di lakukan pemantauan kualitas udara secara rutin.

Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan Terminal
- Dengan adanya pengukuran kualitas lingkungan di harapakan dapat melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan yang ada di Terminal.
- Menentukan tercemar atau tidaknya udara pada lokasi terminal dengan membandingkan hasil pengukuran ke dalam Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU).
- Untuk menganalisis pengaruh kualitas udara (Debu, COx, NOx, SOx), lama paparan, lama kerja, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, umur terhadap gangguan fungsi paru.
- Agar wilayah terminal/pelabuhan tidak menjadi sumber penularan atau habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman/vektor dan penyakit.

# Parameter dan Interpretasi Kualitas Lingkungan TTU
Parameter dan Interpretasi Kualitas Lingkungan Pasar
Persyaratan kesehatan lingkungan pasar menurut Kepmenkes No. 519 Tahun 2008 antara lain mencakup lokasi pasar, bangunan, sanitasi pasar, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), keamanan, dan fasilitas lainnya.
A. Lokasi Pasar
1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Setempat (RUTR).
2. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti banjir dan sebagainya.
3. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan atau daerah jalur pendaratan penerbangan, termasuk sempadan jalan.
4. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah atau bekas lokasi pertambangan.
5. Mempunyai batas wilayah yang jelas, antara pasar dan lingkungannya.

B. Bangunan Pasar
Persyaratan bangunan pasar yakni sebagai berikut:
1. Umum
Bangunan dan rancang bangun harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Penataan Ruang Dagang
a. Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi, sesuai dengan sifat dan klasifikasinya seperti: basah, kering, penjualan unggas hidup, pemotongan unggas.
b. Pembagian zoning diberi identitas yang jelas.
c. Penjualan daging, karkas unggas, ikan ditempatkan di tempat khusus.
d. Setiap los/kios memiliki lorong yang lebarnya minimal 1,5 meter.
e. Setiap los/kios memiliki papan karakteristik.
f. Jarak tempat penampungan dan pemotongan unggas dengan bangunan pasar utama minimal 10 m atau dibatasi tembok pembatas dengan ketinggian minimal 1,5.
g. Khusus untuk jenis pestisida, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan bahan berbahaya lainnya ditempatkan di tempat terpisah dan tidak berdampingan dengan zona makanan dan bahan pangan.

3. Ruang Kantor Pengelola
a. Ruang kantor memiliki ventilasi minimal 20% dari luas lantai.
b. Tingkat pencahayaan ruangan minimal 100 lux.
c. Tersedia ruangan kantor pengelola dengan tinggi langit-langit dari lantai sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Tersedia toilet terpisah bagi laki-laki dan perempuan.
e. Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir (Mukono, 2006).

4. Tempat Penjualan Bahan Pangan dan Makanan
a. Tempat penjualan bahan pangan basah
- Meja tempat penjualan harus tahan karat, rata, dan tinggi minimal 60 cm.
- Tersedia tempat pencucian bahan pangan dan peralatan.
- Tempat cuci tangan dilengkapi sabun dan air mengalir.
- Saluran pembuangan limbah tertutup, dengan kemiringan yang sesuai ketentuan, serta tidak melewati area penjualan.
- Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup, dan mudah diangkat.
- Bebas dari vektor penyakit dan tempat perindukannya.

b. Tempat Penjualan Bahan Pangan Kering
- Meja tempat penjualan dengan permukaan rata, mudah dibersihkan, dan tinggi minimal 60 cm.
- Meja terbuat dari bahan tahan karat.
- Tempat sampah harus terpisah basah dan kering, kedap air, tertutup dan mudah diangkat.
- Tempat cuci tangan dilengkapi sabun dan air mengalir.
- Bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya.

c. Tempat Penjualan Makanan Jadi/Siap Saji
Tempat penyajian makanan tertutup, bahan tahan karat, permukaan rata, mudah dibersihkan, dan tinggi minimal 60 cm dari lantai.
- Tempat cuci tangan dilengkapi sabun dan ari yang mengalir.
- Tempat cuci peralatan harus kuat, aman, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan.
- Tempat sampah terpisah antara sampah basah dan kering, kedap air, dan bertutup.
- Bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya.
- Pisau yang digunakan untuk memotong bahan mentah dan bahan matang berbeda dan tidak berkarat.
- Saluran pembuangan limbah tertutup.

5. Area Parkir
- Ada pemisah yang jelas dengan batas wilayah pasar.
- Parkir mobil, motor, sepeda, andong/delman, becak terpisah
- Tersedia area parkir khusus kendaraan pengangkut hewan hidup dan hewan mati.
- Tersedia area khusus bongkar muat barang.
- Tidak ada genangan air.
- Tersedia tempat sampah yang terpisah setiap radius 10 meter.
- Ada jalur dan tanda masuk dan keluar kendaraan yang jelas
- Ada tanaman penghijauan.
- Adanya area resapan air di pelataran parkir.

6. Konstruksi
Dari segi konstruksinya, pasar harus mempunyai syarat-syarat kesehatan lingkungan sebagai berikut:
a. Atap
- Atap yang digunakan kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan vector.
- Kemiringan atap cukup dan tidak memungkinkan genangan air.
- Atap dengan ketinggian lebih 10 meter dilengkapi penangkal petir.
b. Dinding
- Keadaan dinding bersih, tidak lembab, dan berwarna terang.
- Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air.
- Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk lengkung (conus).
c. Lantai
- Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, permukaan rata, tidak licin, tidak retak, dan mudah dibersihkan.
- Lantai kamar mandi, tempat cuci dan sejenisnya mempunyai kemiringan ke saluran pembuangan.

7. Tangga
- Tinggi, lebar dan kemiringan yang sesuai dengan ketentuan.
- Ada pegangan tangan di kanan dan kiri tangga.
- Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak licin.
- Memiliki pencahayaan minimal 100 lux.

8. Ventilasi
Ventilasi harus memenuhi syarat minimal 20% dari luas lantai dan saling berhadapan (cross ventilation).

9. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup terang agar dapat melakukan kegiatan dengan jelas minimal 100 lux, dimana pencahayaan atau penerangan tidak menyilaukan dan tersebar merata sehingga tidak menimbulkan bayangan yang nyata.

10. Pintu
Khusus untuk pintu los/kios penjualan daging, ikan dan bahan makanan yang berbau tajam agar menggunakan pintu yang dapat membuka dan menutup sendiri atau tirai plastik untuk menghalangi vektor penyakit masuk.

C. Sanitasi Pasar
Syarat-syarat sanitasi pasar yakni sebagai berikut:
1. Air bersih
  • Air bersih selalu tersedia dalam jumlah yang cukup (minimal 40 liter per pedagang).
  • Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416 Tahun 1990 Pasal 1 bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila dimasak.
  • Jarak sumber air bersih dengan septick tank minimal 10 meter.
  • Pengujian kualitas air bersih dilakukan 6 bulan sekali.

2. Kamar mandi dan toilet
Harus tersedia toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, yang dilengkapi dengan tanda/simbol yang jelas dengan proporsi sebagai berikut:
  • Tersedia bak dan air bersih dengan jumlah cukup dan bebas jentik.
  • Toilet dengan leher angsa, dan peturasan.
  • Tersedia tempat cuci tangan dan sabun.
  • Tersedia tempat sampah yang tertutup.
  • Tersedia septic tank dengan lubang peresapan yang memenuhi syarat kesehatan.
  • Letak toilet minimal 10 meter dari tempat penjualan makanan dan bahan pangan.
  • Ventilasi minimal 20% dari luas lantai.
  • Lantai kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan, dengan kemiringan cukup.

3. Pengolahan sampah
  • Setiap kios/lorong/los tersedia tempat sampah basah dan kering.
  • Tempat sampah terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah berkarat, kuat tertutup dan mudah dibersihkan.
  • Tersedia alat pengangkut sampah yang kuat dan mudah dibersihkan.
  • Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau.
  • TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang penular penyakit.
  • TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10 meter dari bangunan pasar.
  • Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.
  • Ketetapan besaran timbulan sampah untuk pasar yakni 2,5 – 3.0 L per pedagang atau petugas / hari ditiap los dan kiosnya.

4. Drainase
  • Tertutup dengan kisi-kisi, terbuat dari logam dan mudah dibersihkan.
  • Limbah cair mengalir lancer.
  • Limbah cair harus memenuhi baku mutu.
  • Tidak ada bangunan di atas saluran.
  • Pengujian kualitas limbah cair berkala setiap 6 bulan sekali.

5. Tempat cuci tangan
  • Lokasi mudah dijangkau.
  • Dilengkapi sabun.
  • Tersedia air mengalir.
  • Limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.

6. Vektor Penyakit
  • Los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat, kecoa, dan tikus.
  • Angka kepadatan tikus nol.
  • Angka kepadatan kecoa maksimal 2 ekor per plate di titik pengukuran.
  • Angka kepadatan lalat maksimal 30 per gril net di tempat sampah dan drainase.
  • Container Indeks (CI) jentik nyamuk Aedes aegypti tidak melebihi 5%. Container Indeks adalah salah satu indeks kepadatan jentik DBD sebagai tolak ukur atau parameter untuk mengetahui populasi jentik nyamuk Aedes aegypti dengan rumus jumlah kontainer yang positif jentik dibagi jumlah kontainer yang diperiksa dikalikan seratus persen.

7. Kualitas makanan dan bahan pangan
  • Tidak basi.
  • Tidak mengandung bahan berbahaya.
  • Tidak mengandung residu pestisida di atas ambang batas.
  • Kualitas makanan siap saji sesuai dengan peraturan.
  • Makanan dalam kemasan tertutup disimpan dalam suhu 4-10°C.
  • Ikan, daging, dan olahannya disimpan dalam suhu 0 s/d 4°C.
  • Sayur dan buah disimpan dalam suhu 10°C, telor, susu dan olahannya disimpan dalam suhu 5-7°C.
  • Penyimpanan bahan makanan dengan jarak 15 cm dari lantai, 5 cm dari dinding, dan 60 cm dari langit-langit.
  • Kebersihan peralatan makanan maksimal 100 kuman per cm2 permukaan dan E-coli nol.

8. Desinfeksi Pasar
  • Dilakukan secara menyeluruh 1 hari dalam sebulan.
  • Bahan desinfeksi tidak.

# Parameter dan Interpretasi Kualitas Lingkungan Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, maka kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.

Dalam rangka mewujudkan kualitas lingkungan yan sehat secara koheren dan disertai dengan keseimbangan ekologi, maka dibutuhkan standar dan persyaratan yang telah dibakukan pada media lingkungan yang berdampak pada kesehatan. Upaya-upaya pencegahan tersebut kemudian tertuang dalam sebuah peraturan yang dibakukan. 

Adapun persyaratan kesehatan lingkungan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204 tahun 2004.
A. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
  1. Lantai, dimana harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. Selain itu lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup kea rah saluran pembuangan air limbah. Selanjutnya pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus atau lengkung agar mudah dibersihkan.
  2. Dinding, dimana permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.
  3. Ventilasi, dimana ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar atau ruangan dengan baik. Bila ventilasi alamiah tidak bisa menjamin hal tersebut, maka ruangan harus dilengkapi dengan ventilasi mekanis atau buatan yang disesuaikan dengan peruntukkan ruangan. Kemudian luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai.
  4. Atap, dimana atap ini harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi bahan perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Selain itu idealnya atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus dilengkapi dengan penangkal petir.
  5. Langit – langit, dimana langit – langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Selain itu kerangka langit – langit harus kuat dan terbuat dari bahan yang anti rayap. Idealnya langit – langit memiliki ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai.
  6. Pintu, dimana pintu tersebut harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
  7. Konstruksi, seperti balkon, beranda, ataupun talang harus dikondisikan agar tidak ada genangan air yang dapat memungkinkan tempat perindukan nyamuk Aedes.
  8. Lalu Lintas Antar Ruangan, dimana lalu lintas antar ruangan dan pembagian ruangan harus dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan sehingga akan memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan atau kontaminasi. Selain itu sebaiknya dilengkapi dengan pintu darurat yang mudah dijangkau apabila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya. Lalu apabila tersedia lift atau tangga berjalan, maka harus dilengkapi dengan sarana pencegahan kecelakaan.
  9. Fasilitas Pemadam Kebakaran, dimana penggunaannya harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
  10. Jaringan Instalasi, seperti instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, dan sarana komunikasi. Penggunaan jaringan instalasi ini harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan. Selain itu pemasangan pipa air minum sangat tidak dianjurkan jika bersilangan dengan pipa air limbah dan bertekanan negatif untuk meminimalisir pencemaran air minum.

B. Ruang Bangunan
Ruang bangunan di rumah sakit harus ditata sedemikian rupa agar penggunaannya sesuai dengan fungsinya dan memenuhi persyaratan kesehatan. Oleh sebab itu maka perlu adanya dilakukan pengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit sebagai berikut:

a. Zona dengan Risiko Rendah, 
yang meliputi ruang administrasi, ruang computer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/ pelatihan. 
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
  1. Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang.
  2. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus.
  3. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, berwarna terang, berkerangka kuat, dan dengan ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai.
  4. Lebar pintu minimal 1,20 meter, dengan tinggi minimal 2,10 meter. Selain itu ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
  5. Ventilasi ilmiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam ruangan dengan baik. Apabila ventilasi udara tidak bisa menjamin hal tersebut, maka ruangan harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis/buatan (exhauster).
  6. Semua stop kontak dan saklar harus dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.

b. Zona dengan Risiko Sedang, 
yang meliputi ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Adapun persyaratan bangunan yang harus dipenuhi sama dengan persyaratan pada ruangan dengan zona risiko rendah.

c. Zona dengan Risiko Tinggi, 
yang meliputi ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang pengindraan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah. 
Adapun persyaratan bangunan yang harus dipenuhi adalah:
  1. Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang. Untuk dinding ruang laboratorium harus terbuat dari porselen atau keramik dengan ketinggian minimal 1,50 meter dari lantai, dan sisanya dicat dengan warna terang. Lalu untuk ruangan pengindraan medis harus menggunakan cat warna gelap untuk menyerap pancaran sinar yang dihasilkan dari alat yang terpasang. Selain itu, tembok pembatas antara ruang sinar X dengan kamar gelap harus dipasang dengan transfer cassette.
  2. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus.
  3. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, berwarna terang, berkerangka kuat, dan dengan ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai
  4. Lebar pintu minimal 1,20 meter, dengan tinggi minimal 2,10 meter. Selain itu ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
  5. Semua stop kontak dan saklar harus dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.

d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi, 
yang meliputi ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi. 
Adapun ketentuan yang harus dipenuhi terkait upaya penyehatan lingkungan, antara lain:
  1. Dinding terbuat dari bahan vynil atau porselin setinggi langit – langit atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, serta berwarna terang.
  2. Langit – langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dengan ketinggian minimal 2,70 meter dari lantai.
  3. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter. Kondisi semua pintu kamar harus dalam keadaan selalu tertutup.
  4. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, dan berwarna terang.
  5. Khusus untuk ruang operasi, maka harus disediakan gelagar atau gantungan lampu bedah dengan profil baja INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit – langit.
  6. Tersedianya rak dan lemari untuk menyimpan reagen yang siap pakai.
  7. Ventilasi atau penghawaan sebaknya menggunakan AC yang dilengkapi dengan anti bakteri. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dengan aliran udara dari atas ke bawah. Sementara itu untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ, maka harus mengunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System.
  8. Harus dibuat ruang antara karena sangat tidak dianjurkan adanya kontak langsung dengan udara luar.
  9. Perlu dipasang kaca mati jika dari ruang scrub-up ingin melihat ke dalam ruang operasi. Selan itu diperlukan pemasangan loket yang dapat dibuka dan ditutup untuk menhubungkan antara ruang steril dari bagian cleaning.
  10. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
  11. Pemasangan gas medis harus dipasang secara sentral serta diusahakan melalui bawah lantai atau di atas langit – langit.

Adapun untuk upaya tata laksana dalam pemeliharaan ruang bangunan, maka terdapat beberapa hal yang dianjurkan untuk dilakukan, yakni:
  • Kegiatan pembersihan ruang minimal diakukan pagi dan sore hari.
  • Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu–waktu bila diperlukan.
  • Cara pembersihan yang memungkinkan debu tersebar maka patut dihindari.
  • Harus menggunakan cara pembersihan dengan pel yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.
  • Pada masing – masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.
  • Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
  • Setiap percikan ludah, darah, atau eksudat luka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik

C. Kadar Gas dan Debu dalam Udara
Adapun persyaratan tentang kualitas udara didalam ruang rumah sakit yang harus dipenuhi antara lain:
a. Tidak berbau, khususnya bebas dari H2S dan Amoniak.
Kadar Particulate Matter diameter 10 mikron (PM10) dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 μg/m3, dan tidak mengandung debu asbes
b. Memenuhi standar indeks kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara ruang rumah sakit yang terangkum dalam Tabel di bawah ini:

D. Angka Kuman Pada Udara
Memenuhi standart indeks angka kuman yang disesuaikan dengan ruang atau unit yang disajikan dalam Tabel berikut:

E. Pencahayaan
Yang dimaksud dengan pencahayaan didalam ruang bangunan rumah sakit adalah banyaknya penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efekif. Baik pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di ruang umum maupun khusus harus sesuai dengan perutukkannya yang terangkum dalam Tabel dibawah ini: 

Adapun upaya tata laksana pencahayaan dalam ruangan lingkungan antara lain:
  • Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapatkan cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.
  • Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja maupun untuk menyimpan barang atau peralatan perlu diberikan penerangan.
  • Ruang pasien atau bangsal harus disediaakan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.

F. Fasilitas Sanitasi
Yang termasuk didalam fasilitas sanitasi pada rumah sakit antara lain meliputi air minum, toilet, kamar mandi, serta tempat sampah. Adapun untuk pemenuhannya, maka dilakukanlah perhitungan berdasarkan hal berikut:
a. Indeks perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah fasilitas sanitasi yang terdapat di rumah sakit, tersaji dalam tabel berikut ini:

*Setiap penambahan 10 tempat tidur harus ditambah 1 toilet dan 1 kamar mandi.

b. Indeks perbandingan jumlah karyawan dengan jumlah toilet dan kamar mandi, yang terangkum dalam tabel dibawah ini:

*Setiap penambahan 20 karyawan harus ditambah 1 toilet dan 1 kamar mandi.

Kemudian terdapat beberapa upaya tata laksana yang bisa dilakukan oleh pihak rumah sakit dalam rangka pemeliharaan fasilitas sanitasi di rumah sakit, yang antara lain:

a. Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih, dimana harus memenuhi persyaratan seperti:
  1. Harus tersedia air minum yang sesuai dengan kebutuhan.
  2. Tersedia air bersih minimum 500 liter/tempat tidur/hari.
  3. Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan.
  4. Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.
b. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi, dimana harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih.
  2. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
  3. Pada setiap unit ruangan harus tersediatoilet (jamban, peturasan, dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi.
  4. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal).
  5. Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
  6. Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar.
  7. Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit rawat inap dan karyawann, karyawan dan toilet pengunjung.
  8. Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah terjangkau dan aada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 – 20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.
  9. Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan.
  10. Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.

G. Penyehatan Lantai dan Dinding
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi mengenai kondisi lantai dan dinding yang harus steril dari mikoorganisme, yaitu:
  • Ruang operasi, 0 – 5 CFU/cm2 dan bebas dari patogen serta gas gangren.
  • Ruang perawatan, 5 – 10 CFU/cm2.
  • Ruang isolasi, 0 – 5 CFU/cm2.
  • Ruang UGD, 5 – 10 CFU/cm2.

H. Rasio Tempat Tidur
Jumlah tempat tidur yang terdapat di rumah sakit kemudian akan dibandingkan dengan luas lantai minimal untuk ruang perawatan ataupun kamar isolasi. 

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:
a. Ruang bayi
1. Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
2. Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur

b. Ruang dewasa
1. Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
2. Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur

I. Kebisingan
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan/atau membahayakan kesehatan.
Adapun persyaratan mengenai kebisingan dalam ruang sesuai dengan peruntukkan di rumah sakit terangkum dalam Tabel berikut ini:

Adapun upaya tata laksana yang dapat dilakukan oleh rumah sakit dalam rangka pemeliharaan ruangan dari kebisingan, antara lain:
a. Pengaturan dan tata letak ruangan harus disesuaikan sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.
b. Sumber-sumber kebisingan yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara: 
(1) Pada sumber bising di rumah sakit: peredaman, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan mesin – mesin yang menjadi sumber bising, dan 
(2) Pada sumber bising dari luar rumah sakit: penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (green belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit buatan).

J. Suhu dan Kelembapan
Suhu adalah derajat panas atau dingin udara dalam suatu ruang atau wilayah. Sementara itu kelembaban adalah persentase kandungan uap air udara dalam suatu ruang atau wilayah. 

Adapun persyaratan penghawaan ruangan berdasarkan peruntukkannya yang harus dipenuhi oleh rumah sakit adalah:
a. Ruangan tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, dan laboratorium memerlukan perhatian khusus karena sifat pekerjaan yang dilakukan.
b. Terkhusus ruang operasi maka ventilasi yang digunakan harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan dengan ruangan lainnya dirumah sakit.
c. Ruangan yang tidak menggunakan AC (Air Conditioner), maka sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan harus cukup dan mengikuti pedoman teknis yang berlaku.
d. Sistem suhu dan kelembaban ada baiknya diatur sedemikan rupa agar memenuhi standar suhu, kelembaban, dan tekanan udara yang terangkum dalam tabel berikut ini:

Adapun upaya tata laksana yang dapat dilakukan untuk pemeliharaan penghawaan dan pengaturan udara di rumah sakit, antara lain:
a. Ventilasi di rumah sakit ada baiknya mendapaatkan perhatian khusus. Apabila ruangan menggunakan sistem pendingin, maka seharusnya dipelihara dan dioperasikan sesuai dengan buku petunjuk penggunaan. Selain itu, bagi rumah sakit yang menggunakan AC sentral maka harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi tempat perindukan Legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.
b. Suplai udara dan exhaust hendaknya secara digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.
c. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang – kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali.
d. Pergantian supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran.
e. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
f. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
g. Suplai udara untuk daerah sensitif: ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit – lanit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.
h. Suplai udara di atas lantai.
i. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, dan gudang.
j. Ventilasi ruang – ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan 2 beds. Saringan I dipasang dibagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system.
k. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
l. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi dibandingkan ruang – ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).
m. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit – langit.
n. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali dalam sebulan harus di disinfeksi dengan menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultraviolet.
o. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas).

# Parameter dan Interpretasi Kualitas Lingkungan Terminal
A. Letak Terminal
1. Menentukan letak untuk membangun terminal harus disesuaikan dengan perencanaan tata kota.
2. Tidak terlalu dekat dengan pemukiman penduduk, tetapi cukup strategis.
3. Tidak terlalu dekat dengan pabrik-pabrik besar yang mengeluarkan asap dan bunyi yang bising.
4. Tidak terletak di tempat yang rendah dan daerah rawa sehingga tidak banjir, dan tidak di tempat yang berdebu.
5. Sebaiknya ditempatkan di daerah yang luas dan terbuka dengan maksud:
   - Memberikan tempat yang cukup luas unutk orang-orang yang pergi ke terminal bus dan berjualan di tempat tersebut.
   - Memberikan tempat yang cukup untuk kendaraan yang menaikkan dan menurunkan penumpang.
   - Memberikan tempat yang cukup untuk kendaraan parkir.

B. Bagian Luar Terminal
1. Tempat parkir
a. Bersih dari sampah dan genangan-genangan air. Apabila tempat parkir kotor dengan sampah-sampah dan genangan air, akan dapat menimbulkan kecelakaan dan juga dapat menjadi sarang berbagai serangga dan tikus. Adanya genangan air tersebut akan menciptakan tempat hidup dan berkembangnya nyamuk.
b. Berlantai aspal dan beton. Lantai aspal dan beton penting agar tempat tersebut tidak lekas rusak sehingga tidak menimbulkan lubang-lubang yang dapat menjadi tempat genangan-genangan air, juga agar menyenangkan bagi penumpang karena tidak terjadi goncangan-goncangan kendaraan. Disamping itu, tempat parkir tidak akan menjadi becek bila turun hujan, dan juga mudah dibersihkan dari sampah-sampah yang mengotori tempat tersebut.
c. Tersedia tanda-tanda yang jelas. Adanya tanda-tanda akan memudahkan dalam pengaturan parkir kendaraan, sehingga tidak terjadi kesemrawutan parkir kendaraan.

2. Pembuangan Sampah
a. Tersedianya tong sampah di rempat-tempat tertentu yang mudah dijangkau oleh setiap penumpang
b. Tong sampah harus kedap air dan tertutup agar baunya tidak keluar dan tidak merusak pemandangan atau estetika. Disamping itu bau tersebut bisa mengundang kedatangan serangga dan tikus sebagai vektor penyakit menular.
3. Penerangan
Penerangan di bagian luar bagunan terminal sangat penting. Khususnya pada tempat parkir, pintu masuk dan pintu keluar terminal perlu di beri penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan. Sehingga hal – hal yang tidak diinginkan seperti saling tabrakan/bersenggolan tidak terjadi.

C. Bagian Dalam Terminal
1. Ruang tunggu
Lantai dibuat dari bahan kedap air dan tidak licin. Hal tersebut dimaksudkan agar kotoran yang ada mudah dibersihkan juga agar tidak membahayakan bagi orang karena kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat licinnya permukaan lantai.
a. Tempat duduk bersih
Tempat duduk tersebut jadi harus bebas dari kutu busuk sebab orang akan merasa terganggu dengan adanya gigitan kutu busuk.
b. Ruang tunggu harus dan tersedia tempat – tempat sampah yang tertutup dan kedap air.
c. Penerangan yang cukup.
Adapun penerangan minimal yang disyaratkan adalah 5 foot candles.

2. Kantor dan Loket
Kantor merupakan tempat bekerja karyawan yang melakukan pekerjaan ketata usahaan untuk pengelolaan terminal yang bersangkutan. Untuk itu perlu dipenuhi syarat–syarat sanitasi yang berlaku.
a. Keadaan bersih dan teratur.
Selain itu juga garus diatur dengan rapi. Hal ini disamping memberikan pemandangan yang menyenangkan, juga dapat menambah kegairahan kerja bagi karyawan.
b. Tersedia kotak-kotak sampah.
c. Ventilasi udara yang baik.
d. Loket berbatas kaca dengan lubang sempit. Adanya kaca pada loket yang membatasi antara penjual dan pembeli karcis dimaksudkan agar disamping memberikan cahaya yang cukup ke dalam loket, juga untuk mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit secara langsung antara penjual dan pembeli karcis. Bila tidak dibatasi kaca, maka dapat terjadi penularan penyakit melalui tetesan ludah halus (droples infection) seperti penyakit Tuberculosa, Diptheri, Pertussis.
e. Penerangan
Penerangan minimal yang di ijinkan dalam kantor dan loket adalah 10– 20 food candles. Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit secara langsung dari karyawan terminal terhadap masyarakat pengunjung.

D. Sarana Sanitasi
1. Jamban dan Urinior
a. Jamban harus memakai tipe laher angsa, karena dengan menggunakan leher angsa tersebut, maka bau tidak bisa keluar karena ditahan oleh air yang tetap ada disitu. Maka, tidak akan mengundang kedatangan lalat dan binatang lainnya.
b. Untuk pria harus terpisah dengan wanita, karena agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bagi pengunjung.
c. Jumlah minimal 2 buah kamar mandi, agar memudahkan pengunjung biar tidak berdesakan atau tidak lama mengantri.
d. Urinoir bersih, tida berbau dan cukup adanya air pembersih.

2. Tempat cuci tangan
Tersedia menimal 1 buah tempat cuci tangan untuk umum yang di lengkapi dengan sabun dan serbet, agar memudahkan para pengunjung untuk membersihkan tangan setelah membuang hajat mereka.

3. Pembuangan air hujan dan air kotor
Dengan sistem yang baik berhubungan dengan saluran umum atau pembuangan air kotor dapat menggunakan septick tank sendiri. Sekeliling bangunan harus ada saluran pembuangan air kotor atau adanya genangan air di terminal.

E. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Pemadam kebakaran
Tersedianya alat pedam kebakaran yang dapat dilihat dan dicapai dengan mudah oleh umum, pada alat ini harus terdapat cara penggunaannya. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran diterminal, maka di tempat tersebut perlu tersedia alat pemadam kebakaran yang selalu siap digunakan.

2. Peti P3K
Tempat umum seperti terminal kemungkinan terjadi kecelakaan besar sekali. Untuk itu perlu tersedia fasilitas P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), minimal tersedia kotak P3K. Adapun tujuan dari pertolongan ini adalah :
a. Mencegah bahaya maut
b. Mencegah kecelakaan
c. Mencegah terjadinya infeksi.

Agar dapat memberikan pertolongan yang layak kepada orang yang mengalami kecelakan, sebelum si korban di bawa ke Rumah Sakit, perlu diperhatikan. Adanya petugas yang terlatih dalam memberikan pertolongan pertama. Adanya peralatan dan obat-obatan P3K yang baik dan cukup.
3. Sirkulasi udara
Ventilasi udara baik dimaksudkan untuk mengadakan pertukaran cahaya dalam, sehingga udara di dalam ruangan tetap bersih.

F. Kualitas Lingkungan Kerja Fisik
1. Tingkat Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan alat Sound Level Meter. Cara pengambilan data kebisingan pada area sekeliling terminal dengan berjalan mengelilingi lingkungan terminal selama 30 menit per 5 detik. Persyaratan mengenai tingkat kebisingan kawasan terminal yaitu 70 dB (A).

2. Kadar Debu
Pengukuran kadar debu dilakukan menggunakan alat High Volume Sampler. Persyaratan mengenai kadar debu di kawasan terminal yaitu 230 ug/Nm3 per waktu pengukuran 24 jam.


Pertemuan 8
Analisis Kualitas Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Pengertian Tempat Pembuangan Akhir
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/ pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. Menurut SNI 03-3241-1994, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah berupa tempat yang digunakan untuk mengkarantina sampah kota secara aman.

Kemudian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan.

Proses akhir pengelolaan sampah dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) yang dijadikan sebagai Kawasan Industri Sampah (KIS) (Neolaka, 2008). Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) adalah tempat pembuangan akhir sekaligus sarana untuk pengolahanan sampah secara tuntas dan aman.

Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan TPA
Tujuan pengukuran kualitas lingkungan tempat pembuangan akhir sampah yaitu untuk mengukur efisiensi dan efektivitas pengelolaan lingkungan yang dilakukan, serta dampak yang akan ditimpulkan oleh tempat pembuangan akhir sampah. Dampak yang terjadi adalah peningkatan parameter komponen gas, partikulat, asap, dan peningkatan kebisingan (Rainda, 2017).

Parameter Kualitas Lingkungan TPA
Parameter kualitas lingkungan sangat penting dilakukan khususnya pada tempat pembuangan akhir (TPA), parameter kualitas lingkungan TPA dibagi beberapa macam yaitu :

1. Parameter Fisika
a. Suhu 
Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N 2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).

b. TSS (Total Suspended Solid) 
Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm (Effendi, 2003). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad -jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

2. Parameter Kimia
a. pH 
Nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5 – 9,5.

b. DO (Dissolved oxygen) 
Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan (Wetzel, 2001).

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) 
Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5 (APHA, 1989). Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi.

d. COD (Chemical Oxygen Demand) 
COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan, menjadi CO2 dan H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air sampel (Boyd, 1982). 

Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organik yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non biodegradable) (Hariyadi, 2001). Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan. Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1984).

3. Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk Mengendalikan limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.Seperti diketahui,air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah aakn semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya.

Secara teknik drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan aliran air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun disekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh diatas timbunan sampah tarsebut. Untuk itu permukan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.

Kriteria sistem drainase adalah sebagai berikut :
a. Merupakan saluran semi permanent atau permanent.
b. Diberi konstruksi penahan longsor.
c. Dinding saluran bersifat kedap air sehingga tidak terjadi infiltrasi ke arah samping.
d. Periode ulang hujan didesain untuk 5 tahun (Hifdziyah, 2016).

4. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah dibawahnya. Untuk lapisan ini harus dibentuk diseluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. 
Bila tersedia ditempat, tanah lempung setebal ± 50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekwensi biaya yang relatif tinggi (Hifdziyah, 2016).

5. Penanganan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan dngan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke tamosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu.

Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensi dalam pemanasan global.

Untuk pengamanan lingkungan diperlukan usaha pengendalian gas, berupa: Pengamanan selama pengoperasian berupa saluran ventilasi. Saluran ventilasi berupa pipa PVC diameter 10 cm yang dilubang-lubangi pada dinding-dinding bukit lapisan tanah penutup. Pengamanan pasca pengoperasian (setelah mencapai bukit akhir) merupakan :
a. Lanjutan saluran ventilasi selama pengoperasian
b. Panjang pipa tegak 2 m di atas bukit akhir.
c. Setiap pembukaan lahan dipasang 2 buah ventilasi yang dipasang di tengah-tengah.
d. Antar pipa ventilasi dipasang berjarak 20 meter diatas tanah penutup antara (Hifdziyah, 2016).

6. Penanganan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.

Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan.

Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan.

Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah.

Dasar perencanaan bangunan pengolahan leachate ini, seperti dikemukakan di atas adalah pertimbangan aspek ekonomi terhadap biaya investasi, operasi serta pemeliharaan selain pertimbangan terhadap ketersediaan lahan untuk pembangunan bangunan pengolahan leachate (BPL) (Hifdziyah, 2016).

7. Parameter Fisik - Kimia
a. Kualitas Udara
Kegiatan pengoperasian TPA sampah, apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan penurunan kualitas udara. Emisi kendaraan bermotor menuju lokasi akan mengeluarkan gas CO2, CO, SOx, HC dan Pb dapat menyebabkan menurunnya kualitas udara. Kegiatan operasional pengolahan akhir sampah yang berdampak terhadap penurunan kualitas udara adalah konsentrasi dan jenis gas di lokasi landfill selama penimbunan. Gas-gas utama yang dihasilkan adalah metan dan CO2. Gas metan bila terakumulasi akan mengakibatkan terjadinya ledakan, sedangkan gas CO2 akan menyebabkan perubahan suhu lingkungan mikro (Ahadi, 2011).

b. Kualitas Air Permukaan
Kegitan pengoperasian pengolahan akhir sampah akan berdampak terhadap kualitas air permukaan yang akibat air leachate yang dihasilkan dari timbunan sampah yang mengandung bahanbahan organik akan di buang ke sungai/parit.
Menurunnya kualitas air sungai ini pada akhirnya akan berdampak lebih lanjut terhadap kesehatan masyarakat, menurunnya keanekaragaman flora dan fauna perairan gangguan kamtibmas dan persepsi negatif masyarakat yang berada dihilir lokasi proyek (Ahadi, 2011).

8. Parameter Hayati
a. Flora Perairan (Plankton)
Akibat penurunan kualitas air permukaan yang disebabkan oleh air leachate yang dihasilkan oleh kegiatan pengolahan akhir sampah parameter utama Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO akan berdampak terhadap flora perairan (Plankton) (Ahadi, 2011).

b. Fauna Perairan (Bentos dan Ikan)
Dampak kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah kota terhadap fauna perairan (bentos dan ikan) disebabkan pula oleh air leachate yang dihasilkan oleh kegiatan pengolahan sampah dengan parameter utama Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO (Ahadi, 2011).

Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:
- Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll)
- Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)
- Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
- Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 – 3 km)
- Bukan daerah/kawasan yang dilindungi

Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah :
• Jarak dari perumahan terdekat 500 m
• Jarak dari badan air 100 m
• Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
• Muka air tanah > 3 m
• Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
• Merupakan tanah tidak produktif
• Bebas banjir minimal periode 25 tahun

Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode pembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan sistem transfer station. TPA memerlukan fasilitas berdasarkan komponen sampah yang masuk dan yang akan dikelola. Secara umum dibedakan atas jenis dan fungsi fasilitas yaitu:
1. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPST dengan konstruksi seperti Hotmix, Beton, Aspal dan Kayu.

Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan: Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia; Jalan penghubung; yang menghubungkan antarasatu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA tersebut; Jalan operasi/kerja yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah; Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.

2. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPST agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPST juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.

3. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah atau disebut fasilitas pre-processing. 
Fasilitas pre-processing, merupakan tahap awal pemisahan sampah, mengetahui jenis sampah yang masuk, meliputi proses-proses sebagai berikut: 
Penimbangan, mengetahui jumlah sampah yang masuk. 
Penerimaan dan penyimpanan, menentukan area untuk mengantisipasi jika sampah yang terolah tidak secepat sampah yang datang ke lokasi. 

Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.

4. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah dibawahnya. Untuk itu lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi.

5. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas
tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. 

Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.

6. Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.

Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubanglubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan.

Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah.

7. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya.
- Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian. 
- Excavator sangat
efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. 
- Sementara Loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. 

Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.

8. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencanaan daerah penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll).

9. Fasilitas Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain.

# Kriteria Pemilihan Lokasi TPA
Kriteria Pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi 3 bagian: 
1. Kriteria Regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau zona tidak layak sebagai berikut:
- Kondisi geologi: tidak berlokasi di zona holocene fault dan tidak boleh di zona bahaya geologi.
- Kondisi hidrogeologi: tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter, tidak boleh kelulusan tanah lebih dari 10-6 cm/det, jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter, dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus diadakan masukan teknologi.
- Kemiringan zona harus kurang dari 20 %. Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain
- Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahunan.

2. Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik, di antaranya yaitu
a. Iklim:
- Hujan, intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik.
- Angin, arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai makin baik.
b. Utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai makin baik.
c. Lingkungan Biologis:
- Habitat: kurang bervariasi, dinilai makin baik.
- Daya dukung: kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik.
d. Kondisi tanah:
- Produktifitas tanah: makin tidak produktif dinilai makin baik.
- Kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik.
- Ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup,dinilai lebih baik.
- Status tanah: kepemilikan tanah makin bervariasi dinilai tidak baik.
e. Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik.
f. Batas administrasi: dalam batas administrasi dinilai semakin baik.
g. Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.
h. Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.
i. Estetika: semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik.
j. Ekonomi: semakin rendah biaya satuan pengelolaan sampah (Rp/m3 atau Rp/ton) dinilai semakin baik.

Kriteria penetapan yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwenang yang menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.

# Metode Pengolahan Sampah
Metode pengolahan sampah pada tempat pembuangan akhir terdapat berbagai cara yaitu :
1. Open Dumping
Open Dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Pemerintah daerah yang menerapkan sistem seperti ini karena alasan keterbatasan sumber daya manusia, dana, dan lain-lain. (Yuliani, 2016). 
Contoh metode tempat pembuangan akhir open dumping:


Metode ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran ligkungan yang ditimbulkannya seperti :
a. Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
b. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan.
c. Polusi air akibat lindi (cairan sampah) yang timbul.
d. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor

2. Controll landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA (Yuliani, 2016).
Contoh metode tempat pembuangan akhir control landfill:


Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk ditetapkan,untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:
a. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
b. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
c. Pos pengendalian operasional
d. Fasilitas pengendalian gas metan
e. Alat berat

3. Sanitary landfill
Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya , dan kemudian menimbunnya dengan tanah. Lokasi yang dipergunakan biasanya jauh dari pemukiman untuk menghindarkan berbagai masalah sosial karena bau menyengat yang dihasilkan dari pembusukan sampah. Hal ini juga dilakukan agar bibit penyakit yang ada dalam sampah tidak sampai ke wilayah pemukiman. Metode pengelolaan sampah dengan sanitary landfill adalah jenis yang paling umum digunakan dibanyak negara, termasuk Indonesia (Admin, 2017). 
Contoh metode tempat pembuangan akhir sanitary landfill:


Pertemuan 9
Survei Vektor

Pengertian Vektor
Vektor adalah salah satu mata rantai dari rantai penularan penyakit, yaitu arthropoda atau invertebrata lain yang memindahkan infectious agents baik secara mekanis maupun secara biologis kepada pejamu (host) (Asfawi, 2015). Vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. 

Vektor dikategorikan atas dua yaitu (Hendra, 2014) :
1. Vektor Mekanik
Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan menularkannya kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun seluruh bagian luar tubuhnya dimana agent penyakitnya tidak mengalami perubahan bentuk maupun jumlah dalam tubuh vektor. Arthropoda yang termasuk ke dalam vektor mekanik antara lain kecoa dan lalat.

2. Vektor Biologi
Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent
penyakit dimana agent penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor. 

Vektor Biologi terbagi atas tiga berdasarkan perubahan agen dalam tubuh vektor, yaitu:
a. Cyclo Propagative 
yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, plasmodium dalam tubuh nyamuk anophelesbetina.

b. Cyclo Development 
yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk namun tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, microfilaria dalam tubuh manusia.

c. Propagative Propagative 
yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan bentuk namun terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. 
Misalnya, Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila cheopis. Vectorborn diseases merupakan penyakit yang menyebabkan tingginya mortalitas, morbiditas dan kerugian ekonomi di seluruh dunia. Salah satu kelompok terpenting dalam vektor penularan patogen adalah nyamuk seperti anopheles, aedes dan culex. 

Suatu penelitian menyatakan bahwa nyamuk anopheles merupakan vektor parasit yang menyebabkan penyakit malaria yang menyerang manusia (Saldana dkk, 2017). Arthropodborne diseases (vectorborn diseases) adalah penularan penyakit pada manusia yang disebabkan oleh serangga. Dan biasanya penyakit tersebut bersifat endemis maupun epidemis (Asfawi, 2015).

# Bionomik dan Ekologi Vektor

Bionomik Vektor Chikungunya
Bionomik vektor Chikungunya sangat penting diketahui, karena berhubungan dengan tindakan-tindakan dalam pencegahan dan pemberantasannya yang berhubungan dengan tempat perindukan, kebiasaan mengigit, tempat istirahat, dan jarak terbang.

1) Tempat Perindukan (Breeding Place)
Tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam dan luar rumah. Nyamuk Ae. aegypti tidak berkembangbiak dengan tanah. 
Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk Ae. Aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pertama, tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti drum, tengki, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lainnya.
b. Kedua, tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng botol, plastic dan lain-lain).

2) Kebiasaan Mengigit (Feeding Habit)
Nyamuk Ae. aegypti lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang (antropofilik). Arahnya diperlukan untuk mematangkan telur, jika dibuahi oleh nyamuk jantan sehingga menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari.
Jangka waktu tersebut, satu siklus gonotropik (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1998). Nyamuk ini aktif pad siang hari dan mengigit di dalam dan luar rumah. Mempunyai dua puncak aktifitas dalam mencari mangsa yaitu mulai pagi hari dan petang yaitu antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB
.
3) Tempat Istirahat
Tempat yang disayangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab dan sedikit angina. Nyamuk Ae. aegypti biasanya hingga di dalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaina, kelambu (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1998).

4) Jarak Terbang
Pergerakan nyamuk Ae. aegypti dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk Ae. aegypti betina adalah rata-rata 40-100 meter. Namun, secara pasif karena angina dapat terbang sejauh 2 KM (Depkes, RI 1992).

Ekologi Vektor Chikungunya
1. Faktor Lingkungan fisik
a. Variasi musim
Pola berjangkit dari virus Chikungunya ini tidak jauh beda dengan virus dengue. Yakni, dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32ºC) dengan kelembaban tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Untuk wilayah Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda. Pada musim hujan, tempat perkembangbiakan Ae. aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi, mulai terisi air.
Begitu pun telur yang belum sempat menetas pada waktu singkat akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak tempat-tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan yang dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk. Oleh karena itu, pada musim penghujan populasi Ae. aegypti meningkat. Dengan bertambahnya populasi nyamuk, hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan virus Chikungunya. Faktor lainnya, yaitu pertumbuhan pendudukan yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kotrol vector nyamuk yang efektif di daerah endemis dan peningkatan sarana transportasi (Depkes RI, 2004).

b. Ketinggian
Ketinggian tempat berpengaruh pada perkembangan nyamuk. Wilayah dengan ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditentukan nyamuk A. aegypti karena ketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk.

c. Curah Hujan
Keberadaan hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim hujan sanfar kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk yang terinfeksi (Suroso, 2003).

d. Temperatur
Virus Chikungunya hampir sama denfan virus dengue, yaitu hanya endemic di daerah tropis, di mana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum pertumbuhan nyamuk adalah 25ºC-27ºC. pertumbuhan akan terhenti sama sekali, bila suku kurang dari 10ºC atau lebih dari 40ºC (Suroso, 2003).

1. Faktor Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan Chikungunya terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah. Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istriahat.

Bionomik Vektor Lalat
Menurut Depkes R1 (1995), tata hidup lalat adalah sebagai berikut: 
1. Tempat perindukan
Tempat perindukan otoran binatang (kuda, sapi, ayam, babi), kotoran manusia, saluran air kotor, sampah, kotoran got yang membusuk, buah-buahan, sayuran busuk dan biji-bijian busuk adalah tempat yang disenangi lalat dan sering dijadikan sebagai tempat perindukan.

2. Tempat peristirahatan
Pada waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai, dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat yang sejuk. Lalat juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat perkembangbiakannya, serta tempat yang terlindung dari angin dan matahari terik. 

Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listrik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter.

3. Jarak terbang
Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia, rata-rata 6-9 km, kadang-kadang dapat mencapai 19-20 km dari tempat berkembang biak.

4. Kebiasaan makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, darah serta bangkai binatang. Sehubung dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru dihisap. Air merupakan hal yang penting dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari. 

5. Lama hidup
Lama hidup lalat sangat bergantung pada makanan, air dan temperatur. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu sedangkan pada musim dingin biasanya mencapai 70 hari.

Ekologi Vektor Lalat
1. Faktor Lingkungan Fisik
a. Suhu
Muhlison (2016) menjelaskan mengenai suhu udara yang baik bagi kehidupan dan keberadaan lalat buah sebagai berikut:
Suhu udara adalah faktor yang memengaruhi laju perkembangan dan menentukan fluktuasi populasi stadia lalat buah yang masih muda, serta berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas populasi seluruh stadia lalat buah. Suhu udara secara khusus dapat berpengaruh terhadap lama hidup (longevity), kelangsungan hidup (survival), perkembangan gamet, dan perkawinan. Pada daerah tropis yang tidak banyak mengalami fluktuasi suhu udara, fluktuasi populasi lalat buah secara nyata tetap terjadi. Laju populasi lebih banyak terjadi selama musim kemarau dibandingkan musim hujan.

Suhu udara berpengaruh terhadap perkembangan, keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp. Umumnya, lalat buah dapat hidup dan berkembang dengan baik pada suhu udara berkisar antara 10ºC-30ºC, sedangkan telurnya dapat menetas dalam kisaran waktu 30 - 36 jam dengan kondisi suhu udara antara 25ºC -300ºC. Sehingga dapat dikatakan bahwa suhu udara merupakan faktor lingkungan utama dalam keberadaan lalat buah, serta perkembangan metamorfosisnya karena kondisi suhu udara yang tetap optimum.

b. Kelembaban udara
Kelembaban udara berpengaruh terhadap kembangbiak lalat buah. Kelembaban yang rendah dapat menurunkan kembangbiak lalat buah dan meningkatkan mortalitas (kematian) imago yang baru keluar dari pupa. Sedangkan kelembaban udara yang terlalu tinggi (95-100%) dapat mengurangi laju peletakan telur (Bateman, 1972).

Semakin tinggi kelembaban udara maka akan berakibat terhadap panjangnya siklus hidup stadium larva, pupa, dan imago. Kelembaban optimum perkembangan serangga lalat buah berkisar antara 70 – 80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara 62 – 90%. (Hasyim, 2005).

c. Intensitas Cahaya
Menurut Hasyim (2005) mengemukakan bahwa intensitas cahaya dan lama penyinarannya dapat mempengaruhi lalat betina dalam mendapatkan pakan, peletakan telur dan kopulasi. Lalat melakukan aktifitas normal atau sedang aktif pada keadaan terang, yaitu pada siang hari dan kawin pada intensitas cahaya sedang rendah. Lalat betina yang diletakkan pada tempat yang banyak mendapat sinar lebih cepat dewasa dan lebih cepat bertelur.

Bionomik Vektor Malaria
Dari hasil penelitian Esther Sri (2001) maka bionomic dalam penelitian Anopheles barbirostris adalah sebagai berikut:
a. Tempat Perindukan
Pada umumnya tempat perindukan larva Anopheles barbirostris adalah sawah dan saluran irigasi, kolam, rawa, mata air, dan sumur (Hoedojo, 1987). Habitat yang disukai adalah air segar di daerah kolam, terkena sinar matahari langsung atau tidak langsung, dan adanya vegetasi di daerah kolam, yaitu tanaman air seperti Pistia Stratiotes, Eichornia Crassipes, Spyrogyra, Lemna dan Ceratophyllum. (Zulhasril, 2001).

b. Waktu Menghisap Darah
Waktu menghisap darah nyamuk ini terhadap hospes mempunyai pola-pola tertentu. 
Aktivitas tersebut biasanya dimulai pukul 20.00-04.00, 
dengan puncaknya antara pukul 23.00-02.40 yang terjadi di dalam rumah (endofagik), 
sedangkan aktivitas di luar rumah (esofilik) dimulai pukul 18.00-04.00 dengan puncak gigitan pukul 23.00-03.40 (Zulhasril, 2001). 
Nyamuk ini mulai aktif meggigit pukul 21.00-03.00 dengan puncak gigitan pukul 24.00 (Hoedojo, Zukhasril. 1998). 
Di Sikka Flores, nyamuk ini menggigit sepanjang malam, dengan puncaknya segera sesudah tengah malam dan berangsur-angsur menurun menjelang subuh.

c. Tempat Istirahat
Dalam memilih tempat istirahat baik sebelum menghisap darah maupun sesudah menghisap darah hospesnya, biasanya tidak terlalu jauh dari tempat hospes yang menjadi sasaran gigitannya, yaitu di luar rumah (esofilik) baik pada tanaman semak, rumpun bambu atau pohon nenas di sekitar Kandang hewan atau istirahat sementara pada dinding rumah. (Zulhasril, 2001).
Di Sikka Flore, tempat istirahat An. Barbirostris adalah di dalam rumah dan di sekitar kendang ternak. Dan lebih banyak yang istirahta di dalam rumah pada pagi hari daripada kendang ternak.

d. Jarak Terbang
Anopheles barbirostris ini mempunyai jarak terbang yang tidak terlalu jauh, biasanya jarak terbang yang tidak terlalu jauh, biasanya jarak yang dapat ditempuh hanya berkisar antara 200-300m dari tempat perindukan dan paling jauh nyamuk ini hanya dapat menempuh jarak antara 1.0-1.2 km. (Zulhasril, 2001).

e. Umur
Sesuai dengan perkembangan bentuk infektif tiap jenis malaria di dalam tubuh nyamuk ini diketahui di alam nyamuk ini dapat mencapai umur 7 hari-16 hari (Zulhasril, 2001) Sedangkan di laboratorium umur nyamuk betina dapat mencapai lebih dari 63 hari dengan diberi makanan darah dan karbohidrat, semua Anopheles yang ditemukan di Sikka Flores berumur pendek.

Ekologi Vektor Malaria
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia, penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: 
1. Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria.
2. Banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (17 spesies), dari berbagai macam habitat.
3. Mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemik malaria.
4. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan.
5. Semakin meluasnya penyebaran parasit malaria yang telah resisten terhadap obat anti malaria.
6. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa yang bermasalah malaria, karena hambatan geografis, ekonomi, dan sumber daya.

Penyakit yang Ditularkan Vektor
Malaria
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan survei unit kerja SPP (Serangga Penular Penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 spesies nyamuk Anopheles yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari spesies-spesies nyamuk tersebut ternyata ada 20 spesies yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain, di Indonesia ada 20 spesies nyamuk Anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria (Hiswani, 2004).

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia famili plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria, yaitu sebagai berikut (Hiswani, 2004).
1. Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat.
2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.
3. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.
4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.

Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara Plasmodium falciparum dengan Plasmodium viviax atau Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya (Hiswani, 2004).

Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian karena perdarahan dan juga gangguan hemodinamika.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dengan cara mentransmisikan virus dengue dari penderita kepada orang sehat (Astuti, dkk., 2016).
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor berbagai macam penyakit diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD). Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula berperan sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (Palgunadi dan Rahayu)

Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)
Filariasis atau penyakit kaki gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing Filaria, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, yang ditularkan dengan perantara nyamuk sebagai vektornya. 

Berbeda dengan penyakit DBD atau Malaria yang hanya ditularkan oleh satu jenis nyamuk tertentu, penyakit kaki gajah dapat ditulakan oleh semua jenis nyamuk, baik genus Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres (Kemenkes RI, 2018).

Penyakit kaki gajah ditularkan saat seekor nyamuk menghisap darah seseorang yang mengandung anak cacing Filaria yang disebut mikrofilaria, menjadi parasit di dalam tubuh nyamuk selama lebih kurang dua minggu dan berubah menjadi larva L3.

Saat nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang lain, larva L3 tersebut masuk ke dalam tubuh orang tersebut, tumbuh dan berkembang selama berbulan-bulan menjadi cacing Filaria dewasa di dalam pembuluh dan kelenjar getah bening (kelenjar limfa) manusia. Berbulan-bulan kemudian, cacing filaria dewasa mampu menghasilkan cacing-cacing kecil mikrofilaria yang beredar aktif di peredaran darah tepi pada waktu malam hari, namun saat siang hari mikrofilaria berada di kapiler darah organ dalam (Kemenkes RI, 2018).

Seseorang yang menderita penyakit kaki gajah (Filariasis) akan berdampak pada psikologis penderita dan keluarganya, misalnya disembunyikan oleh keluarga atau sengaja menyembunyikan diri. Penderita tidak dapat bekerja secara optimal, hidupnya bergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Kemenkes RI, 2018).

Beberapa penatalaksanaan kasus filariasis mandiri antara lain, mencuci bagian tubuh yang bengkak dengan air bersih dan sabun, memberi salep antibiotik/antijamur sesuai indikasi, meninggikan bagian yang mengalami pembengkakkan, menggerakkan bagian yang bengkak agar peredaran darah tetap lancar, dan memakai alas kaki atau pakaian yang adjustable (tidak ketat) (Kemenkes RI, 2018).

Penyakit Pes
Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menyerang hewan rodensia tetapi dapat menular ke manusia melalui gigtan pinjal. Masyarakat awam kurang menyadari bahwa penyakit ini ada kemungkinan bisa diderita oleh manusia modern pada masa sekarang. Anggapan semacam ini perlu diperbaharui, karena sejarah telah membuktikan bahwa penyakit ini pernah menjadi wabah di berbagai belahan dunia serta telah menelan banyak korban yang meninggal akibat penyakit ini, dengan jumlah korban yang mencapai ribuan di setiap kasus wabah (Sukendra, 2015).

Penyakit pes disebabkan oleh enterobakteria yang bernama Yersinia pestis, dan nama ini diambil dari nama seorang ahli bakteri berkebangsaan Prancis yaitu AJE Yersin. Bakteri ini disebarkan oleh sejenis hewan pengerat dan dalam banyak permukiman di berbagai negara di seluruh dunia. Tikus merupakan jenis hewan pengerat yang cukup akrab ditemui sebagai penyebab penyakit pes (Sukendra, 2015).

Tikus terinfeksi Y. pestis melalui gigitan pinjal. Y. pestis menggunakan tubuh pinjal sebagai hospes. Penyakit pes termasuk penyakit re-emerging diseases, yaitu penyakit yang dapat sewaktu-waktu muncul kembali sehingga berpotensi untuk menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Sukendra, 2015).

Yersinia pestis ditransmisikan melalui pinjal yang terinfeksi, manusia yang terinfeksi mampu menularkan pes secara langsung ke manusia yang lain. Penggunaan antibiotika untuk menangani Y. pestis masih dapat dilakukan. Y. Pestis masih suseptibel terhadap antibiotika, walaupun masih diperlukan monitoring untuk mengetahui tingkat resistensi terhadap antibiotika. Oleh karena itu penyakit pes dapat kendalikan dengan melakukan pengendalian pada vektornya yaitu X. Cheopis (Sukendra, 2015).

Penyakit Anthrax
Penyakit Anthrax disebut juga Radang Limpa adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Bacillus anthracis dapat menyerang semua hewan berdarah panas termasuk unggas dan  manusia(bersifat zoonosis). Satwa liar yang pernah terserang penyakit ini antara lain red deer Cervus elaphus, wapiti (Cervus elaphus spp), moose (Alces alces) dan fallow deer (Dama dama).

 Anthrax telah dikenal sejak zaman Nabi Musa. Penyakit ini menyerang keledai, kuda, unta, sapi dan domba. Pada tahun 1613 di Eropa 60.000 orang meninggal diduga akibat Anthrax dan tahun 1923 di Afrika Selatan dilaporkan kematian 30.000-60.000 ekor hewan (Kementerian Pertanian RI, 2016).

Kuman Anthrax apabila jatuh ke tanah atau mengalami kekeringan ataupun dalam lingkungan yang kurang baik lainnya akan berubah menjadi bentuk spora. Spora Anthrax ini tahan hidup sampai 40 tahun lebih, dapat menjadi sumber penularan penyakit baik kepada manusia maupun hewan ternak. Oleh karena itu penyakit Anthrax dapat disebut “penyakit tanah” dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa/wabah, meskipun kejadian biasanya terlokalisir di sekitar wilayah tersebut saja. Kewaspadaan terhadap penyakit Anthrax hendaknya lebih ditingkatkan pada Daerah Bebas Anthrax yang memiliki perbatasan darat dengan daerah tertular, baik perbatasan kabupaten/kota maupun provinsi.

Apabila telah diketahui sumber infeksi, segera musnahkan sumber infeksi tersebut dan putuskan seluruh rantai penularan diikuti dengan pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang berisiko tinggi. Jika tidak dilaksanakan pengawasan lalu lintas ternak, pemberantasan dan pengendalian penyakit serta pemberantasan vektor lalat penghisap darah secara ketat maka kerugian ekonomi yang ditimbulkan penyakit sangat besar (Kementerian Pertanian RI, 2016).

Saat ini yang merupakan daerah endemis Anthrax di Indonesia adalah 14 provinsi (37 kabupaten/kota) yaitu Sumatera Barat (kasus terakhir tahun 1986 di Desa Sagulube, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Mentawai), Jambi (kasus terakhir tahun 1989), Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Di Yogyakarta (2003), Jawa Timur (2014), Sulawesi Barat (2016) dan Gorontalo (2016) (Kementerian Pertanian RI, 2016).

Bakteri Bacillus anthracis bersifat Gram positip, aerob dan membentuk spora terletak di sentral sel bila cukup oksigen. Dalam jaringan tubuh penderita ataupun bangkai yang tidak dibuka, bakteri selalu berselubung dan tidak pernah berspora karena tidak cukup oksigen. 

Penyakit berlangsung per akut (kematian mendadak) dan akut, menyerang berbagai jenis hewan pemamah biak, hewan liar maupun manusia tetapi hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak terinfeksi. 

Penularan penyakit dapat diawali dari tanah yang berspora Anthrax, kemudian melalui luka kulit atau terhirup pernapasan ataupun bersama pakan/minum masuk pencernaan tubuh hewan dengan masa tunas berkisar 1 - 3 hari dan kadang-kadang 20 hari. Anthrax tidak lazim ditularkan dari hewan satu ke lainnya dengan kontak langsung, tetapi vektor lalat penghisap darah dapat berperan (misalnya Tabanus sp.). acapkali terinfeksi dari hewan melalui permukaan kulit yang terluka terutama pada orang-orang yang banyak berhubungan dengan hewan, atau terjadi melalui pernapasan pada pekerja penyortir bulu domba. Infeksi melalui saluran pencernaan dapat terjadi pada orang yang makan daging asal hewan penderita Anthrax (Kementerian Pertanian RI, 2016).

Penyakit Akibat Vektor Musca domestica (Lalat Rumah)
Musca domestica atau lalat rumah atau sering disebut housefly merupakan salah satu spesies serangga yang banyak terdapat di seluruh dunia. Sebagian besar (95%) dari berbagai jenis lalat yang dijumpai di sekitas rumah dan kandang, adalah lalat jenis ini. Di bidang kesehatan, M. domestica dianggap sebagai serangga pengganggu karena merupakan vektor mekanis beberapa penyakit dan penyebab myiasis pada manusia dan hewan. Lalat ini juga mengganggu dari segi kebersihan dan ketenangan (Hastutiek dan Fitri, 2007).

M. domestica umumnya berkembang dalam jumlah besar pada tempat-tempat kotor dan sekitar kandang. Hal ini merupakan permaslaahan serius yang memerlukan pengendalian. Pengendalian M. domestica sangat penting bagi kesehatan baik untuk manusia maupun ternak (Hastutiek dan Fitri, 2007). Organisme yang disebarkan M. domestica kurang lebih ada 100 jenis yang bersifat patogen terhadap manusia dan hewan. Lalat ini membawa agen penyakit yang diperoleh dari sampah, limbah buangan rumah tangga dan sumber kotoran lainnya. Agen penyakit ditularkan dari mulut melalui vomit drops, feses dan bagian tubuh lainnya yang terkontaminasi dan dipindahkan pada makanan manusia atau oakan hewan/ternak (Hastutiek dan Fitri, 2007). Penelitian terakhir membuktikan infeksi Heliobacter pylori, Escherichia coli, Cryptosporidium parvum dan H5N1 dapat ditularkan oleh M. domestica. M. dometica bertindak sebagai vektor penyakit, artinya lalat ini bersifat pembawa/memindahkan penyakit dari satu tempat ke tempat lain (Hastutiek dan Fitri, 2007).

# Pemberantasan Terpadu Vektor

Pengendalian Vector DBD
Pengendalian Vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit

Metode pengendalian vektor nyamuk bersifat spesifik lokal, dengan mempertimbangkan faktorñfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman, habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan aspek vektor.

Pada dasarnya metode pengendalian vektor nyamuk yang paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.

Berbagai metode Pengendalian Vektor (PV) DBD, yaitu:
1. Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. 

Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.

Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran. 

2. Biologi
Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung,

3. Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman. 

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)

4. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus.

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan.

PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:
• Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)
• Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2)
• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3). Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:
• Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
• Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
• Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain)
• Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air
• Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
• Memasang kawat kasa
• Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
• Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
• Menggunakan kelambu
• Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan PSN anak sekolah, dll.

Pengendalian Vector Malaria
Pengendalian vektor Malaria dapat dilakukan dengan cara pengendalian fisik, biologi, maupun kimia. Pada pengendalian vektor Malaria tindakan yang harus diambil adalah menurunkan jumlah populasi nyamuk penyebab Malaria. 

Untuk dapat melakukan langkah- langkah kegiatan pengendalian nyamuk Anopheles berikut beberapa langkah yang harus dilakukan (Purnama, 2015):
1. Pengenalan wilayah (Geographical Reconnaisance)
Kegiatan ini meliputi pemetaan langsung penduduk dan survei tambahan untuk menentukan situasi tempat tinggal penduduk dari suatu daerah yg dicakup oleh program pengendalian malaria. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan situasi tempat tinggal adalah sebagai berikut Letak bangunan dan akses menuju tempat tersebut.
• Jarak satu tempat dengan tempat lainnya.
• Memperhatikan sifat topografi (daerah datar, daerah bergunung, sumber air seperti sungai, danau, rawa- rawa, lagun, dan sumur, tempat perindukan vektor)

2. Pemetaan tempat perindukan
Hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah sifat dan perilaku vektor Malaria yang menyukai tempat peristirahatan yang dingin, gelap, dan basah, setelah menggigit penjamu. Dengan begitu pada tahapan kegiatan ini, pengendali vektor akan mampu menyasar tempat- tempat tempat perindukan vektor Malaria di setiap wilayah desa / dusun. 

Berikut lokasi-lokasi yang menjadi tempat sasaran dalam mengendalikan vektor Malaria.
• Letak tempat perindukan yg positif jentik & yang potensial.
• Jumlah tempat perindukan.
• Tipe tempat perindukan.
• Luas tempat perindukan
Aplikasi /penerapan metoda intervensi : (Kusnoputranto H., Susanna D., 2002)

Pengendalian Kecoa
Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur dan kecoa :
1. Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara:
Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan membakar/dihancurkan.

2. Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan Secara fisik dan kimia. Secara fisik atau mekanis dengan:
a. Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.
b. Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.

Secara Kimiawi:
a. Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).

3. Sanitasi
Cara ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kain lap kotor.

4. Trapping
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkapkecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air.

5. Pengendalian dengan insektisida
Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain: Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. 

Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil. Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobang-lobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila investasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi.

Pengendalian Lalat
Cara yang digunakan untuk membunuh lalat secara langsung adalah cara fisik, cara kimiawi dan cara biologi.

1. Cara fisik
Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman, tetapi kurang efektif apabila diaplikasikan pada tempat yang kepadatan lalatnya tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran, serta buah-buahan.
a. Perangkap Lalat (Fly Trap)
Lalat dalam jumlah yang besar/padat dapat ditangkap dengan alat ini. Tempat yang menarik lalat untuk berkembang biak dan mencari makan adalah kontainer yang gelap. Bila lalat mencoba makan terbang maka mereka akan tertangkap dalam perangkap yangdiletakkan dimulut kontainer yang terbuka itu. 

Cara ini hanya cocok digunakan di luar rumah. Sebuah model perangkap akan terdiri dari kontainer plastik atau kaleng untuk umpan, tutup kayu atau plastik dengan celah kecil, dan sangkar diatas penutup. Celah selebar 0,5cm antara sangkar dan penutup tersebut untuk memberi kelonggaran kepada lalat untuk bergerak pelan menuju penutup. Kontainer harus terisi sebagian dengan umpan, yang akan luntur tekstur serta kelembabannya. Tak ada air tergenang dibagian bawahnya. Dekomposisasi sampah basah dari dapur merupakan umpan yang paling cocok, contohnya seperti sayuran hijau, sereal, dan buah-buahan. Setelah tujuh hari, umpan akan berisi larva dalam jumlah yang besar dan perlu dirusak serta diganti. Lalat yang masuk ke dalam sangkar akan segera mati dan umumnya terus menumpuk sampai mencapai puncak serta tangki harus segera dikosongkan. Perangkap harus ditempatkan di udara terbuka dibawah sinar cerah matahari dan jauh dari keteduhan pepohonan.

b. Umpan kertas lengket berbentuk pita/lembaran (Sticky Tapes)
Alat ini sudah tersedia di pasaran, dimana sistem pemakainnya adalah digantung diatas atap dan akan menarik lalat karena kandungan gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang terperangkap.

c. Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor)
Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinarbias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah metode ini harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat. Alat ini kadang digunakan didapur rumah sakit dan restoran.

d. Pemasangan kasa kawat/plastik pada pintu dan jendela serta lubang angin/ ventilasi.

e. Membuat pintu dua lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua merupakan pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri.

2. Cara kimia
Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk periode yang singkat apabila sangat diperlukan karena akan menyebabkan resiten yang cepat. Aplikasi yang efektif dari insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat, yang aman yang diperlukan pada KLB kolera , desentri atau trachoma. Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spaying).
a. Cara Umpan ( Bait )
b. Penyemprotan dengan Efek Residu (Indoor Residual Spraying)
c. Penyemprotan Dengan Pengasapan (Indoor & Outdoor Space Spraying)

3. Cara Biologi
Dengan memanfaatkan sejenis semut kecil berwana hitam (Phiedoloqelon affinis) untuk mengurangi populasi lalat rumah ditempat-tempat sampah (Filipina)

Pengendalian Tikus
A. Treatment Tikus (Rodent Control)
Pengendalian tikus menggunakan Rat Baiting. Penggunaan trap untuk jangka panjang menimbulkan tikus jera umpan dan neophobia terhadap trap. Penggunaan trap hanya untuk tempat-tempat yang sangat khusus dengan populasi tikus yang rendah.

Penempatan Rodent Bait dilaksanakan pada area tertentu yang akan menarik tikus dari dalam sarang ke luar, atau ketempat yang tidak sensitive, seperti area parkir/garden, setelah itu baru difokuskan untuk tikus yang aktifitasnya dengan radius pendek yakni tikus nyingnying (mice/Mus musculus), umpan ditempatkan di dalam. Keraguan akan adanya resiko bau bangkai dapat diatasi dengan konfigurasi penempatan umpan untuk setiap kategori jenis tikus, jadi dengan penempatan umpan pada suatu lokasi dapat dideteksi sampai sejauh mana lokasi tempat tikus tersebut mati, ditambah tenaga serviceman cukup berpengalaman mengatasi masalah tikus di puluhan Rumah (housing), Mall, industri (pergudangan), Rumah Sakit, Hotel / Apartemen.

B. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang dapat membunuh tikus atau dapat mengganggu aktivitas tikus. Secara umum pengendalian secara kimiawi dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu umpan beracun, bahan fumigasi, bahan kimia repellent, bahan kimia antifertilitas.

1. Rodentisida
Rodentisida atau umpan racun merupakan teknologi pengendalian yang paling banyak digunakan oleh para petani. Rodentisida yang dipasarkan pada umumnya dalam bentuk siap pakai atau dicampur sendiri dengan bahan umpan. Rodentisida digolongkan menjadi racun akut dan antikoagulan. Racun akut dapat membunuh tikus langsung setelah memakan umpan. Sedangkan rodentisida antikoagulan akan menyebabkan tikus mati setelah lima hari memakan umpan. Namun, jenis rodentisida antikoagulan mempunyai efek sekunder negatif terhadap predator tikus. Penggunaan rodentisida dalam pengendalian tikus sebaiknya merupakan alternatif terakhir karena sifatnya dalam mencemari lingkungan.

2. Fumigasi
Asap belerang dan karbit merupakan bahan fumigant yang paling sering digunakan oleh petani. Penggunaan emposan asap belerang merupakan cara pengendalian tikus yang efektif, mudah dilakukan, dan biayanya murah. Teknik menggunakan asap belerang merupakan teknik untuk membunuh tikus di dalam sarang. Sebaiknya teknik fumigasi dengan emposan asap belerang dilakukan pada saat tikus sedang beranak di dalam sarang agar dapat membunuh anak tikus dan induknya di dalam sarang (Sudarmaji, 2004). Cara fumigasi lainnya yang dapat dilakukan adalah “tiram, yaitu suatu cara fumigasi menggunakan teknik asap kembang api dengan bahan aktif belerang. Tiram dimasukkan ke dalam sarang tikus dan dinyalakan sumbunya, maka asap belerang akan keluar dan membunuh tikus.

3. Repellent
Repellent merupakan bahan untuk membuat tikus tidak nyaman berada di daerah yang dikendalikan. Beberapa bahan alami nabati seperti akar wangi diduga mempunyai efek repellent terhadap tikus, namun masih perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif

4. Antifertilitas
Beberapa jenis bahan kimia yang digunakan untuk pemandulan manusia juga dapat digunakan untuk memandulkan tikus. Kesulitan dalam penggunaan bahan antifertilitas di lapangan pada umumnya menyangkut dosis umpan yang dikonsumsi oleh tikus. Ekstrak minyak biji jarak (Richinus communis) telah diteliti dapat digunakan sebagai rodentisida dan antifertilitas nabati pada dosis sublethal. Perlakuan dosis sublethal secara oral dapat menurunkan produksi sperma tikus jantan hingga 90% dan kemandulan pada tikus betina.

1 comments:

Eak said...

Lnjutannya kak, mau bkin tugas soalnya

Post a Comment

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting